Pages

Jumat, 06 November 2015

[Resensi: Blue Vino - K. Fischer] Kisah Cinta di Antara Rimbun Pohon Anggur


Judul buku: Blue Vino
Penulis: K. Fischer
Editor: Dini Novita Sari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: November 2013
Tebal buku: 328 halaman
ISBN: 978-979-22-8019-7



BLURB

Mereka terdiam.
Tanpa kata, namun bukan tanpa makna.
Ketika cinta menebarkan mantranya,
sebuah senyum mampu membuka membuka seluruh bulir rasa.

Langenlois. Wilayah perkebunan anggur di selatan Austria itu menjadi tempat Roz menyembuhkan luka hati karena dikhianati rekan kerjanya.

Di tengah deretan pohon anggur serta penduduk pedesaan yang ramah dan menyenangkan, Roz berharap bisa menata lagi kehidupan pribadinya yang terlupakan demi ambisinya berkarier.

Bjorn Baum dan Dagny Kerulaner adalah dua pria yang membuat Roz menemukan sisi lain dirinya. Tapi tak disangka oleh Roz, satu dari dua pria tersebut melakukan hal keji yang nyaris membuat Roz melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya.

RESENSI

Semua berawal dari proyek Mesir. Roz si gila kerja yang merupakan perempuan tangguh di perusahaan baja, merasa ditikung oleh rekan kerjanya, Hubert. Proyek Mesir yang merupakan hasil pemikiran Roz diakui Hubert sebagai proyeknya dan membuat Hubert yang melenggang ke international meeting.
Merasa kesal dan ingin membuat Hubert kelimpungan, Roz mengunci file-file proyek di komputernya dan memutuskan untuk mengambil cuti. Cuti yang tak pernah diambilnya selama enam tahun masa kerjanya.
Roz pun mengambil liburan ke kampung halaman Lisa, sekretarisnya, ke kota wine terbesar di Austria.
Keluarga Lisa adalah pemilik Hennerhof sebuah guest house megah bergaya barok dan perkebunan anggur yang sering digunakan sebagai lokasi pernikahan, sehingga Lisa kadang harus pulang untuk membantu.
Di tempat itulah Roz bertemu dengan Dagny, pria brewok lusuh pemilik perkebunan anggur di sebelah Hennerhof, dan bertemu Bjorn, pria besar layaknya beruang yang memesona seperti Adonis.
Semakin lama di Hennerhof, semakin Roz jatuh pada pesona pria-pria itu. Sayangnya salah satu dari mereka punya rencana busuk ingin menjegal dan membeli Hennerhof. Di tengah kepanikan Lisa akan situasi keuangan Hennerhof dan kesehatan ibunya yang sama-sama memburuk, Roz harus menemukan cara untuk menyelamatkan harta leluhur sekretarisnya itu. Dan menemukan si penjahat tak punya hati yang sebenarnya.
Apakah Roz berhasil menyelamatkan Hennerhof? Siapa yang harus Roz percayai, Bjorn atau Dagny? Dan apakah international meeting dapat berjalan lancar tanpa kehadirannya?

------------

Blue Vino menjadi perkenalan pertama saya dengan karya K. Fischer. Menyenangkan rasanya membalik tiap lembar halaman novel ini karena suguhan settingnya yang menawan. Di perkebunan anggur! Di antara tegukan wine! Ini menjadi pengalaman membaca yang menarik.

Blue Vino diceritakan dengan sudut pandang orang ketiga namun terfokus pada Roz. Saya lebih banyak diajak menyelami pemikiran dan perasaan Roz, dan hal ini sempat membuat saya geregetan. Yaitu saat Roz dengan mudah membuat asumsi-asumsi hanya berdasar fisik, dengan betapa mudah Roz menilai dan menyimpulkan pribadi seseorang. Sebagai Project Manager yang sukses menyelesaikan banyak proyek, ternyata Roz nggak bisa membuat penilaian yang bijak tentang pria. Yah, tentunya karena hasrat dan perasaan ikut bermain. :))

Untuk karakter pria... wowowow!! Tadinya saya dibuat sama limbungnya seperti Roz oleh salah satu tokoh pria, sampai saya merasa dia jadi terlalu pemaksa. Saya nggak sebutkan tokoh yang mana biar kalian makin penasaran dan saya nggak spoiler, ya ;)
Chemistry antar tokohnya bagus banget. Tapi saya sih tetap merasa chemistry paling kuat adalah chemistry antara Roz dan Bjorn.

Yang menarik adalah diksi yang digunakan K. Fischer di Blue Vino. Ada banyak majas perbandingan dalam novel ini, menjadikannya kalimat yang cantik dan mudah dibayangkan.

Mereka larut dalam percakapan mereka. Tentang pekerjaan, tentang hidup, tentang dunia, tentang apa saja. Seperti dua bawang yang saling menanggalkan setiap lapisan mereka. Sampai semua dapat melihat inti yang telanjang. (hlm. 179)

Karena beberapa kali menemukan bentuk kalimat perbandingan yang memikat seperti di atas, saya sempat membawa novel ini di sesi pelajaran Bahasa Indonesia untuk dibahas bersama.
Namun saya merasakan kegamangan dalam dialog novel ini. Ada kalanya dialog ingin dibawa lebih santai dan informal, tapi ada kalanya baku dan formal. Berikut dua contoh kalimat dialog yang sama-sama diucapkan Roz pada Dagny yang menggunakan kata menyangatkan.

"Suka? Banget! Terima kasih banyak sudah membawaku ke sini." (hlm. 206)

"Begitu lama! Pantas nama kalian tidak seperti orang Austria kebanyakan." (hlm. 230)

Ada juga kata yang jarang digunakan dalam dialog informal:

"Kalau sudah selesai harap ditaruh di sini semua bawangnya." (hlm. 172)

Kata harap biasanya digunakan untuk situasi formal atau di lingkungan pekerjaan dan jarang sekali digunakan dalam keseharian. Mungkin karena bahasa asing biasa menggunakan kata please sebagai penyerta kalimat perintah, maka penulis menggunakan kata harap sebagai padanannya.

Ada beberapa kesalah cetak meski nggak mengganggu kenikmatan membaca:

* "Ah ya! Beruang!" Seru Roz menepuk jidat. Maaf... maaf... aku baru sadar arti namamu. Maaf." --> ... "Maaf... maaf... aku baru sadar.... (hlm. 40)
* ...itu tidak butuh jawaban --> ...itu tidak butuh jawaban. (hlm. 40)
* brengsek --> berengsek (hlm. 192)
* nomer --> nomor (hlm. 252)
* tertap --> tetap (hlm. 281)
* ...tidak akan aku ambil" --> ...tidak akan aku ambil." (hlm. 295)

Tentang judul Blue Vino sendiri saya masih meraba-raba maknanya hingga ke tengah cerita. Setelah tahu saya merasakan konsep yang romantis.
Kovernya keren dengan anggur yang bergelayutan di antara rimbunnya daun anggur. Berasa adem saat melihat dominasi warna hijau daun di latarnya.

Blue Vino memberi saya petualangan luar biasa di antara pepohonan anggur dan gelas wine. Ada pengetahuan baru yang saya dapat tentang wine dan pengolahannya. Juga ada makna yang menyengat dalam novel ini. Tentang kepercayaan dan nurani dalam berbisnis.
Bagi kalian yang ingin menikmati ciuman-ciuman panas dan berbahaya di perkebunan anggur, kalian harus baca novel ini. ;)

TEBAR-TEBAR QUOTE

"Jika saja kakakku masih hidup..."
"Jika tidak menjawab masalah." (hlm. 88)

"Mungkin aku takut menjadi tua seperti orangtuaku. Jika tidak melarikan diri dari masalah, atau membesar-besarkan masalah. Dua-duanya tidak menjawab apa-apa. Yang ada malah masalah makin menggunung dan meledak sekalian." (hlm. 177)

"Sayangnya tidak semua yang tampak seperti teman adalah benar teman." (hlm. 223)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar