Judul buku: Si Bengis Mr. Danvers
Judul asli: The Devilish Mr. Danvers
Serial: The Rakes of Fallow Hall #2
Penulis: Vivienne Lorret
Alih Bahasa: Debbie Hendrawan
Penerbit: Elex Media Komputindo
Tahun Terbit: Juni 2017
Tebal buku: 336 halaman
ISBN: 9786020427768
BLURB
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Hedley Sinclair dapat menentukan masa depannya sendiri. Dia mewarisi Greyson Park yang bobrok tapi kehancuran bangunan itu tidak menghalanginya. Tak akan ada yang mengurungnya lagi atau mencoba untuk mengambil benda miliknya. Tidak seorang pun kecuali Rafe Danvers—pria menawan dan seperti iblis dari Fallow Hall. Pria itu bertekad untuk menuntut Greyson Park, namun jika Hedley tidak berhati-hati, pria itu juga akan menuntut hatinya.
Rafe sepenuhnya berniat untuk membebaskan Greyson Park dari cengkeraman tangan keluarga Sinclair untuk selamanya. Hal terakhir yang dia harapkan adalah bertemu dengan Hedley yang memperdaya—adik dari mantan tunangannya—menghalangi niatnya. Dengan tuntutan drastis, dia berencana untuk membuat gadis itu menikah agar bisa memegang kendali atas rumah itu. Satu-satunya masalah adalah, dia sepertinya tidak bisa berhenti untuk menggoda gadis itu. Bahkan yang lebih buruk lagi, dia mulai jatuh cinta….
RESENSI
Rasanya sudah cukup lama saya nggak membaca novel sampai berurai air mata lebih dari sekali. Iya sih saya gampang terenyuh, gampang mewek saat membaca adegan yang kena di hati, tapi saya nggak menyangka novel historical romance yang asal comot di Scoop ini bisa bikin saya termehek-mehek. Seorang teman penulis memang pernah bilang kalau novel ini bagusnya kebangetan, jadi saya selain karena tertarik dengan sinopsisnya akhirnya merasa penasaran juga untuk melahapnya.
Bisa dibilang ini adalah pengalaman pertama saya mencicipi karya Vivienne Lorret. Tadinya saya hanya berniat mengintip dulu pembuka ceritanya, tapi ternyata saya langsung dibuat terhanyut hingga sampai akhir kisah. Bagaimana tidak... sedari awal saya sudah dipertemukan dengan heroine yang menderita lahir dan batin karena telah dikurung bertahun-tahun di loteng oleh keluarganya, disembunyikan karena dianggap sebagai aib dan dengan tabah menerima perlakuan kejam ibu dan kakak perempuannya. Hmm... mungkin terdengar sedikit mirip cinderella ya? Tapi nggak kok, nggak ada pangeran tampan dan pesta dansa di kisah ini.
Justru sang hero adalah mantan tunangan kakaknya yang ditinggalkan begitu saja di altar. Bukan seorang pangeran tapi seorang seniman yang keluarganya juga dikucilkan oleh kalangan ton beberapa tahun terakhir.
Jadi mereka sama-sama orang tangguh yang dengan tegak menghadapi tuduhan sosial yang diarahkan pada mereka masing-masing.
Adegan pertemuan keduanya sungguh luar biasa bagi saya. Bagaimana Hedley Sinclair masih mengingat dengan jelas siapa pria di depannya, membawa ingatannya pada kenangan indah yang pernah diberikan Rafe Danvers, meski Rafe tak menyadarinya. Ya. Rafe nggak menyadari siapa Hedley pada awalnya.
Pertentangan batin Rafe merupakan hal yang paling menarik bagi saya. Sedari awal ia telah dibuat bingung antara harus memilih nalar atau perasaannya. Kebenciannya pada keluarga Sinclair toh tetap luruh karena kepolosan Hedley. Beberapa kali ia berusaha kembali pada kecurigaan, walau pada akhirnya ia menyerah dan mengakui Hedley tidaklah sama dengan kakaknya.
Apalah arti sebuah historical romance tanpa kebajinganan (wait... diksi apa ini? 😂). Well, maksud saya, semakin bajingan si tokoh pria, saya biasanya semakin suka. Jadi ketika Rafe punya rencana yang sedikit busuk saya bersorak dalam hati. Rafe ingin menang dalam taruhannya dan ia ingin menyingkirkan Hedley dari propertinya, maka ia membuat rencana perjodohan untuk Hedley. Daaan.... bisa ditebak dong, kalau rencana itu bakal jadi senjata makan tuan. Semua orang bisa menebak kok, termasuk saya, kecuali Rafe sendiri, bahwa dia bakalan kebakaran pantat karena cemburu melihat intimnya Hedley dan Montwood.
Oh iya, selain chemistry Hedley dan Rafe yang penuh percikan-percikan gairah, asmara, hasrat, dan apalah-apalah yang sejenisnya, chemistry Hedley dan Montwood juga terasa pas deh. Saya menangkap mereka berdua seolah memiliki frekuensi kesenduan dan kekelaman yang sama.
Bicara tentang karakter, saya langsung jatuh cinta pada Hedley. Gadis ini bukan tipe gadis keras kepala yang menyebalkan, juga bukan gadis yang malu-malu tapi nemplok juga. Hedley cerdik, pengamat yang jeli, jujur, polos dan dia tahu apa yang dia mau. Hedley nggak malu-malu untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya serta apa yang diinginkannya. Mungkin dia sagitarius sama kayak saya #halaaah
Rafe juga nggak menyebalkan banget. Yang pasti dia penyayang dan sweet dengan caranya sendiri. Bikin saya meleleh dengan tindakan-tindakan spontannya terhadap Hedley, dan bikin saya pengen getok kepalanya tiap kali mulai membentengi diri dan kekeuh kembali ke rencana semula.
Banyaaaak banget adegan super manis di novel ini. Salah satunya yang paling saya suka adalah ketika Calliope, yang baru saja bertemu dan berkenalan dengan Hedley, membela Hedley yang disakiti kakaknya. Aih... aih... ini adegan yang bikin saya mbrebes mili karena akhirnya Hedley merasakan apa artinya memiliki 'keluarga' walau itu terwujud dari seorang teman yang tetap berdiri mendukungnya.
Saya juga suka bagaimana Rafe membantu Hedley mengatasi trauma dan ketakutannya terhadap kuda dan kereta kuda. Bagaimana Rafe selalu ada di sana saat Hedley berada dalam situasi paling rapuh.
Sayangnya ending novel ini terasa terlalu cepat diselesaikan. Padahal mengikuti naik turunnya konflik antara Hedley-Rafe dan terutama Hedley-Ursa, saya pengin sesuatu yang lebih memuaskan hati. Setidaknya misalnya Ursa ketimpa reruntuhan Greyson Park atau apalah. Oke... um.. itu sadis sih, tapi setidaknya saya ingin sesuatu pembalasan yang setimpal bagi Ursa dong. Wkwkwk~~
Well, secara keseluruhan novel ini bikin saya puas bacanya. Sukaaakkk banget nget. Buat kalian yang suka novel dengan tema-tema semacam kita-musuh-tapi-saling-tergila-gila-tapi-itu-nggak-mungkin-tapi-aku-nggak-mau-kehilangan-tapi-ya-gimana-dong, saya rasa novel ini akan cocok buat kalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar