Pages

Kamis, 22 Oktober 2015

[Resensi: 3 (Tiga) - Alicia Lidwina] Impian, Janji dan Pengkhianatan dalam Persahabatan


Judul buku: 3 (Tiga)
Penulis: Alicia Lidwina
Editor: Tri Saputra Sakti
Ilustrator: Orkha Creative
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: Juli 2015
Tebal buku: 320 halaman
ISBN: 978-602-03-1677-2




BLURB

"Selama seseorang masih memiliki sesuatu untuk diperjuangkan, dia tidak akan bunuh diri. Kecuali jika memang bunuh diri adalah satu-satunya cara mempertahankan apa yang dia perjuangkan."

Kalimat Hashimoto Chihiro membekas di kepala Nakamura Chidori, bahkan setelah Hashimoto bunuh diri. Apa sebenarnya yang mengubah pandangan hidup Hashimoto sampai dia mengakhiri hidupnya? Mungkinkah karena Nakamura menyimpan perasaan kepada Sakamoto, yang seharusnya merupakan sahabat mereka?

Setelah tujuh tahun tidak bertemu, Nakamura harus berhadapan kembali dengan masa lalunya. Di antara memori akan persahabatan, janji yang diingkari, impian, dan cinta yang tak berbalas, tersembunyi alasan kepergian Hashimoto yang sebenarnya.

RESENSI

Nakamura Chidori tak menangis saat melihat jasad Hashimoto yang ditemukan jatuh dari atap gedung sekolah. Tidak juga ketika hadir di pemakaman Hashimoto, di tengah orang-orang yang menurutnya tidak mengenal Hashimoto. Baru ketika Sakamoto—pria yang dulu menjadi sahabatnya dan sahabat Hashimoto— tiba, Nakamura bisa menangis sepuasnya.
Kematian Hashimoto dan kehadiran Sakamoto perlahan membuka tabir kenangan yang berusaha Nakamura kubur dalam-dalam. Satu persatu kenangan akan jalinan persahabatan mereka semasa sekolah hingga akhir masa kuliah muncul kembali. Ingatan- ingatan akan impian dan janji yang berusaha mereka gapai bersama juga pengkhianatan yang Nakamura lakukan menuntun Nakamura menyadari arti tiga buah angka 3 yang digambar Hashimoto sebagai dying message di atap sekolah.
Mengapa Hashimoto bunuh diri dan menggoreskan pesan aneh? Siapa yang mengkhianati siapa? Dan apakah Nakamura akan terus berlari dan bersembunyi dari perasaannya? 

----------

Huff... awalnya nggak mengira kalau novel ini bakal begitu kelam. Saya sampai butuh waktu satu hari untuk menanggalkan emosi yang tertinggal setelah membaca novel 3 ini.
Benar, kisahnya ditulis Alicia dengan begitu kuat sehingga menjerat saya dalam pusaran emosi tokohnya.

Tiga diceritakan menggunakan sudut pandang Nakamura sebagai orang pertama. Dengan alur maju mundur, saya dibawa menyelami perasaan-perasaan Nakamura.
Kemisteriusan yang meliputi kisah ini telah menantang saya untuk tetap setia bersama Nakamura menyibak tabir memorinya.
Hingga saya sampai di titik rasa marah setengah mati pada Nakamura.
Marah pada rasa pesimisnya, marah pada kepengecutannya, dan marah pada caranya mengingkari janji. Tapi, pada akhirnya Nakamura adalah tokoh yang manusiawi dengan kelemahan jiwanya. Tokoh yang amat dekat dengan keseharian kita, yang kadang lebih memilih 'lari' untuk menyelamatkan diri.

Karakter tokoh dalam novel ini terasa begitu kuat. Masing-masing punya ciri yang jelas dan konsistensinya terealisasi dalam dialog dan gestur tubuh mereka.
Saya suka interaksi ketiga orang yang berlawanan sifat ini, yang anehnya bisa memahami satu sama lain sebaik mereka memahami diri mereka sendiri. Sakamoto si pemuda tiang listrik yang kemudian jadi pria populer, Hashimoto si penyendiri yang pintar dan seolah punya dunia sendiri, dan Nakamura yang biasa-biasa saja dan nggak istimewa.

Menyoroti Jepang sebagai pusat cerita, settingnya sangat kuat. Bukan hanya dari segi latar tempat, tapi juga latar budaya, suasana dan sosialnya dideskripsikan dengan begitu mendetail. Semua menyatu dalam kisah dan tersaji dengan apik.

Saya merasakan ada aroma sastra dalam novel ini, terlihat dari diksi yang digunakan dan beratnya makna yang tersirat. Yang menarik adalah filosofi setiap tokoh yang saling bertentangan namun uniknya bisa selaras dan menyatukan mereka.

Saya nggak menemukan adanya typo, dan tentunya membuat novel ini sangat lancar dinikmati. Hanya saja dalam fragmen di halaman 27, percakapan Nakamura dengan Sakamoto di telepon ada yang mengganjal. Mulai dari baris kedelapan ada kesalahan penulisan tokoh yang berbicara.

S: Hashimoto selalu terlihat bahagia selama ini. Aku tidak percaya. Orang bahagia tidak akan bunuh diri.
S: Dia tidak bunuh diri, dia hanya melompat dari gedung. (hlm. 27)

Tokoh S yang kedua seharusnya adalah N atau Nakamura. Kemudian jika memang Nakamura telah menelepon Sakamoto malam itu dan mengabarkan kejadian bunuh diri Hashimoto, mengapa di Prolog pada halaman 13, Nakamura bertanya pada Sakamoto kapan Sakamoto tahu Hashimoto meninggal?

"Kapan kau diberitahu?" tanyaku. (hlm. 13)

Namun secara keseluruhan, saya menyukai debut novel ini. Kadang janji yang kita anggap sepele, yang kita abaikan entah dengan berat hati atau ringan hati, yang kita rasa akan memudar bersama kenangan, justru bisa merusak pihak lain. Pihak yang menggantungkan harapan pada janji kita. Pihak yang di balik senyumannya justru menyimpan goresan luka yang tanpa sadar kita torehkan.

TEBAR-TEBAR QUOTE

Terkadang, kita hanya bisa menangis di hadapan orang yang tahu bahwa kita bisa menangis. (hlm. 42)

Terkadang ingatan itu pilih kasih. Tidak semua kejadian di kehidupan kita akan terekam selamanya. Beberapa akan kita ingat sampai mati, dan sisanya akan menghilang begitu saja. (hlm. 53)

Persahabatan adalah sesuatu yang tidak jelas. Tidak mungkin seseorang yang tertawa bersama orang lain dikatakan bersahabat. Ketika seseorang meluangkan waktu untuk orang lain, meskipun dia harus mengorbankan waktunya sendiri, apakah itu juga disebut persahabatan? (hlm. 84)

"Selama kau masih hidup, pasti akan ada seseorang yang jatuh cinta kepadamu. Kau tidak bisa melarangnya, tapi kau bisa menolaknya. Tapi... hal yang sebaliknya juga berlaku. Ketika kau jatuh cinta... kau bisa melarangnya, tapi kau tidak bisa menolaknya." (hlm. 89)

Binatang akan mati jika kesepian, tapi manusia bisa bertahan. (hlm. 227)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar