Penulis: Irene Dyah
Editor: Donna Widjajanto
Desain sampul: Orkha Creative
Foto isi: Budi Nur Mukmin
Desain isi: Nur Wulan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: November 2016
Tebal buku: 216 halaman
ISBN: 978-602-03-3491-2
BLURB
Ajeng
Gadis kota besar yang bisa sangat bitchy dalam banyak hal, terutama pernikahan. Baginya, cinta cuma mitos.
Yazan Khan
Malaikat, Master Yoda, si Poker Face. Ketenangannya menemani Ajeng membeli test pack, setenang saat ia menyelipkan bunga di tangan gadis itu. Pendek kata, mengerikan.
Earth
Pria yang berisiko membuatmu lupa segala, termasuk namamu sendiri.
Cheetah
Mamalia yang sebaiknya tidak disebut-sebut di depan Ajeng.
Ibu
Dicurigai sudah kehilangan akal sehatnya karena mau menerima kembali pecundang itu.
Masjid Jawa di Bangkok
Tempat kisah-kisah bermula
Krung Thep alias City of Angels alias Bangkok
Di kota ini, terlalu tipis batas antara iman dan godaan. Ajeng lebih suka menyebutnya The Sin City.
RESENSI
Ajeng merasa resah saat tamu bulanannya belum juga datang, sepertinya ia perlu test pack. Dan semua gara-gara satu malam setelah Ajeng mendapat kabar dari Ibu bahwa Ibu ingin rujuk dengan pria pecundang itu. Malam itu Ajeng mengguyur hal yang menyedihkan dengan tawa, alkohol dan pria-pria tampan. Hingga ia jatuh ke pelukan Earth. Siapa sangka sekarang Earth justru menjadi ancaman bagi Ajeng?
Saat sedang kesal dan berusaha kabur dari Earth, Ajeng bertemu dengan Yazan, pria India rekan sekantor Ajeng. Pria yang dijuluki Master Yoda saking mengerikannya. Yazan yang cool itu bahkan tetap berwajah datar saat menemani Ajeng membeli test pack.
Yang tak diketahui Ajeng, rupanya Yazan telah lama memperhatikannya, dan kali ini tak ingin membiarkan Ajeng lepas sebelum benar-benar berjuang. Sedikit-demi sedikit, kehadiran dan perhatian Yazan mengikis rasa sinis Ajeng.
Namun Ajeng sadar, dirinya telah bergelimang dosa dan begitu berbeda dengan Yazan yang lurus. Akankah Yazan berhasil meluluhkan Ajeng? Lalu bagaimana hubungan Ajeng dengan pria yang seharusnya ia panggil Ayah? Dan bagaimana dengan Earth? Sanggupkah mereka memaafkan masa lalu?
---------------------------------
Love in City of Angels bisa dibilang merupakan buku yang saya nanti-nantikan, karena saya sudah jatuh cinta pada Ajeng sejak membaca Dua Cinta Negeri Sakura. Yaaap.. Saya memang membaca kisah Miyu lebih dulu dibanding buku pendahulunya, Tiga Cara Mecinta yang berkisah tentang Aliyah. Namun memang dari kedua buku itulah rasa penasaran saya pada Ajeng terbit hingga akhirnya tertuntaskan di salah satu seri Around The World With Love batch tiga ini.
Bagi kalian yang belum membaca Tiga Cara Mencinta dan Dua Cinta Negeri Sakura.... segeralah baca! Wkwkwkwk...
Meski sebenarnya tanpa membaca kedua buku itu pun, kisah Ajeng dalam Love in City of Angels bisa dimengerti sepenuhnya kok, cuma sayang saja, karena Ajeng benar-benar gokil parah di kedua buku sebelumnya, beda dengan di novel ini yang separuhnya mulai jinak 😅
Novel ini bertutur menggunakan sudut pandang orang pertama, yaitu sudut pandang Ajeng, sehingga saya dibawa merasakan kegelisahan dan rasa frustasi Ajeng. Tapi jangan khawatir, walau menggunakan POV dari sisi Ajeng, apa yang dirasakan oleh Yazan dan tokoh lainnya bisa tertangkap dengan mudah kok. Dari gestur, gerak-gerik serta pilihan kata dalam dialognya, terlihat jelas kok perasaan tokoh lainnya.
Setting Bangkoknya benar-benar luar biasa detail. Bukan hanya deskripsi tempat-tempat yang unik dan berbeda, tapi juga suasana dan budayanya dituturkan dengan apik. Saya paling suka dengan penggambaran festival Songkran yang dituliskan melalui pengalaman Ajeng dan Yazan dalam novel ini. Seru banget. Selain itu terselip juga trivia-trivia menarik tentang tempat-tempat unik di Bangkok. Semuanya dikemas dengan apik dan menarik.
Ajeng masih menjadi karakter yang asyik seperti di dua buku pendahulunya, walau nggak seceplas-ceplos Abby sang heroine dalam Wheels and Heels. Saya menikmati bagaimana Ajeng sering dibuat mati kutu oleh Yazan. Bagaimana gadis yang memandang sinis pada cinta sedikit demi sedikit menjadi terbuka juga.
Yazan sendiri karakter yang luar biasa aneh. Hahaha... di masa ini lho, dia tetap jadi gentleman dan legowo. Saat tiba di adegan Yazan membawakan tas Ajeng, saya jadi teringat satu bahasan di grup telegram nan rusuh, tentang seorang pria yang membawakan tas pasangannya padahal sang pasangan nggak sedang kerepotan. Saya ingat banyak yang menolak ide itu (termasuk saya), manja banget kan ya cewek nggak bawa apa-apa kok tasnya dibawain si cowok. Namun di tengah keriuhan diskusi, salah satu teman dengan kalem bilang kalau dia sering bawain tas istrinya walau istrinya nggak bawa beban apapun, alasannya.... dia terlalu sayang sama sang istri dan biar istrinya nggak kerepotan. Jadi, kalau saja nggak ada diskusi itu mungkin saya sudah menganggap Yazan manusia aneh.. Wkwkwkk...
Yah yang pasti Yazan adalah makhluk paling luar biasa sabar. Memang julukan Master Yoda cocok banget buat dia. Dan yang jelas memang Ajeng cocok dengan pria seperti Yazan. Dan omong-omong... Yazan ini romantis bangeeeet. Saya suka adegan ketika dia menjatuhkan kuntum-kuntum bunga di telapak tangan Ajeng.
Hubungan Ajeng dan Yuzu bukanlah satu-satunya yang menarik diikuti dalam novel ini, tapi juga hubungan antara Ajeng, Ibu dan Ayah. Konflik sampingan yang menyita perasaan Ajeng. Belum lagi kehadiran Earth yang membuat Ajeng kalang kabut takut hamil.
Semua bermuara pada satu hal, bisakah kita memaafkan kesalahan dan dosa masa lalu? Dan yang lebih menyakitkan, bisakah kita memaafkan diri sendiri sebelum memohon ampun pada Sang Kuasa?
Pada akhirnya, Love in City of Angel bukan saja menghadirkan kisah cinta yang penuh kesabaran dan ketabahan, tapi juga tentang pengampunan. Tentang mengambil sebuah pilihan, seperti halnya kita bisa memilih menyebut Bangkok sebagai Sin City ataukah City of Angels. So nice story... love it!!