Siapa yang nggak mengenal Agatha Christie, sebagai penulis kasus-kasus misteri yang kemudian digelari sebagai Ratu Kriminal, buku-bukunya digemari ribuan orang dari generasi ke generasi.
Bahkan, ulang tahunnya yang ke-125 tahun pun masih dirayakan di penjuru dunia oleh para penggemarnya.
Tokoh-tokohnya, Hercule Poirot dan Miss Marple, abadi dalam ingatan dan dibicarakan di forum-forum klub pembaca buku.
Saya sendiri beruntung karena bertemu karya Agatha Christie saat masih duduk di bangku SMP, sekitar 19 tahun lalu. Karya beliau yang pertama kali saya baca kala itu adalah Buku Catatan Josephine.
Itu karya yang menyeret saya ke petualangan mencari buku-buku Agatha Christie yang lain. Apalagi setelah saya membaca Pembunuhan di Orient Express yang membuat saya tergila-gila pada kejeniusan Agatha Christie, saya makin sering ke perpustakaan sekolah untuk memohon dipinjami novel misteri beliau.
SMP saya kala itu adalah salah satu SMP favorit di Jogja, yang koleksinya lumayan lengkap. Namun khusus untuk Agatha Christie, novel-novelnya diletakkan di lemari kaca terkunci. Jadi saya cuma bisa mengendus-endus menempelkan hidung dan wajah saya di kacanya memilih mana yang ingin saya baca lebih dulu. Kalau mau pinjam saya harus pesan dulu di istirahat pertama, itu saja tidak setiap murid boleh meminjam, dan baru bisa diambil ketika istirahat kedua. Ribet, tapi saya tetap tabah demi bisa membawa pulang misteri yang akan menyita waktu saya seharian.
Ada kepuasan tersendiri saat tebakan saya benar atau menyerempet benar, dan ada ketakjuban yang membuat saya tercengang saat saya berhasil dikecoh oleh Ratu Kriminal dan Misteri ini. Semakin lama membaca karya beliau, saya semakin jeli menandai pola psikologis yang dimainkan Agatha Christie terhadap pembacanya.
Peran Agatha Christie bagi hidup saya, beliau bukan hanya memberi saya petualangan yang seru dengan mengajak saya menganalisa bukan hanya kasus tapi karakter manusia. Cara bicara dan gestur bisa saja jadi petunjuk.
Sadar atau tidak, kebiasaan menganalisis itu pun terbawa dalam pendidikan formal. Saya merasa saya lebih mudah memahami soal cerita dan merasa tertantang untuk menyelesaikan persoalan.
Kini, bertahun-tahun setelah perkenalan saya dengan karya Agatha Christie, saya selalu merekomendasikan novel ini pada anak didik saya. Saya juga nggak segan membahas novel ini untuk mengasah kemampuan analisa mereka. Karena saya yakin, membaca novel Agatha Christie adalah latihan berpikir yang menyenangkan. Dan saya tahu kepuasan yang kita rasakan jika bisa mengungkap misteri bagai zat adiktif-merangsang kita untuk kembali mencari misteri lain dan memecahkannya. Baik itu misteri dalam novel maupun misteri dalam kehidupan nyata.
Pada akhirnya, Agatha Christie bukan hanya memberi petualangan tak terlupakan dengan misteri-misterinya, tetapi juga memberi bekal semangat dan merangsang pembacanya untuk memecahkan misteri-misteri besar atau kecil dalam kehidupan nyata pembacanya.
Terima kasih Agatha Christie :*
1 komentar:
Aku belum perah baca karya Agatha Christie, kak. Bacaanku lokal semua nih. Jadi pengen baca deh :)
Posting Komentar