Judul buku: Raindrops Serenade
Penulis: Dya Ragil
Ilustrasi sampul: Orkha Creative
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2017
Tebal buku: 256 halaman
ISBN: 978-602-03-7877-0
BLURB
“Omong-omong, gue lagi nulis lagu atas permintaan band kampus. Mau bantu?”
“Kenapa? Lirik yang lo tulis berasa sampah lagi?”
“Lebih baik sampah daripada plagiat.”
Risa pernah menulis lagu bersama Amel, lalu tiba-tiba lagu itu diklaim sebagai lagu yang diciptakan oleh salah satu personel band Lima Oktaf. Ketidakjelasan kenapa lagu itu bisa jatuh pada pihak ketiga membuat dua sahabat itu saling menyalahkan dan akhirnya bermusuhan. Bahkan, Risa sempat melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi cyberbullying yang dilakukan para fans Lima Oktaf.
Setelah kejadian itu berlalu, Risa harus kembali berhadapan dengan Lima Oktaf karena urusan kepanitiaan orientasi mahasiswa baru di kampusnya. Keadaan makin rumit ketika dia mendapati Galang, pemuda yang sudah dia anggap adik sendiri, ternyata sedang menulis lagu untuk Lima Oktaf tanpa mengetahui seperti apa masa lalu Risa.
Apa yang akan Risa lakukan saat Galang meminta bantuannya menulis lagu itu? Bagaimana pula reaksi Amel yang masih saja menyalahkannya?
RESENSI
Sejauh ini saya selalu suka novel-novel Young Adult yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama. Dibanding lini lain, permasalahan yang diangkat sebagai isu dalam novel-novel Young Adult lebih kompleks, dan tentunya lebih mematahkan hati. Namun di sisi lain, novel-novel ini memberi kekuatan dengan cara mereka masing-masing, mereka bangkit walau susah payah saat jatuh, mereka melawan sebisa mereka saat menghadapi hantu terbesar mereka, mereka memunguti serpihan hati mereka dengan tegar saat kalah, mereka tetap penuh cinta kasih setelah dihantam badai. Ada pesan-pesan yang diulurkan untuk diraih para remaja dewasa seusia mereka.
Dalam Raindrops Serenade saya bertemu dengan Risa, seorang mahasiswi yang pesimis dan dibayangi sebuah trauma. Gadis yang pernah menghadapi tragedi dalam hidupnya sehingga nampak diliputi kesedihan. Ia mengalami krisis kepercayaan, baik terhadap orang-orang maupun terhadap dirinya sendiri.
Saya juga bertemu dengan Galang, pemuda yang dua tahun lebih muda dari Risa, dan entah kenapa walau terkesan sendu, kehadirannya selalu terasa menentramkan. Itu yang saya rasakan setiap kali ia berinteraksi dengan Risa.
Saya menyukai keunikan hubungan mereka. Ada saat di mana Galang seolah seperti anjing penjaga yang lucu yang mengekori ke mana pun tuannya pergi. Lembut untuk disayang, tapi juga garang saat ada yang berani melukai. Hhh... bikin iri 😆😆
Saya bertemu juga dengan Amel, mantan sahabat Risa yang berseteru hebat dengan Risa. Mereka sama-sama mengalami krisis kepercayaan. Mereka sama-sama menutupi luka hati mereka dengan kemarahan dan kebencian. Namun saya nggak bisa membenci Amel, cara bicaranya yang pedas itu menggemaskan. Saya suka pemilihan kalimat-kalimatnya. Sadis tapi manis.
Sesungguhnya ada banyak banget tokoh dalam novel ini yang muncul, dan membuat saya kebingungan. Maafkan saya yang memang punya keterbatasan memori dalam mengingat nama-nama. Namun karena tokoh-tokoh itu sangat penting dalam membangun konflik novel ini, saya pun akhirnya bisa mengikuti. Kemunculan mereka yang cukup sering, juga bagaimana nama mereka yang disebutkan dalam dialog antar tokohnya membantu saya untuk mengingat peranan mereka.
Ada beberapa isu besar yang diangkat dalam novel ini. Yang pertama adalah plagiarisme. Orang-orang banyak yang menyepelekan hal ini, menganggap plagiarisme bukanlah suatu kejahatan. Novel ini berusaha menyuarakan bahwa pelanggaran hak cipta dapat berimbas pada banyak segi kehidupan.
Yang kedua adalah cyberbullying. Maha benar netijen dengan segala komentarnya. Saya sangat geram pada Reno, yang dengan sengaja membiarkan para fansnya untuk membully Risa di media sosial. Jahat. Kejam. Padahal satu kalimat jahat saja bisa menjatuhkan mental seseorang yang mungkin sedang di titik terendah, apalagi ini komentar rame-rame. Tuduhan. Kecaman. Makian. Wajar jika kemudian korban cyberbullying kebanyakan memutuskan untuk bunuh diri. Bukan karena mereka lemah, tapi mental, hati dan kepercayaan mereka telah diinjak-injak oleh para perisak.
Yang ketiga adalah kepercayaan. Seberapa besarkah kepercayaanmu terhadap sahabatmu. Saat ada masalah menerpa kalian berdua, apakah kalian akan tetap berdiri bersama, ataukah kalian akan saling menyalahkan. Seberapa banyakkah kalian mengijinkan hati kalian untuk mempercayai sahabat kalian. Yakinkah kamu dia nggak akan menusukmu dari belakang? Dalam novel ini, ada kisah persahabatan yang mengalami pasang surut. Ada kepercayaan yang diuji. Dan saat kebenaran terungkap, bisakah mereka memaafkan dan membuka lembaran baru.
Pada awalnya saya membaca Raindrops Serenade dengan susah payah, ada dialog yang seolah dipaksakan untuk masuk & mengulur-ulur cerita. Ada deskripsi panjang yang seolah nggak ada pentingnya. Juga betapa gemasnya saya karena penulis seolah berputar-putar untuk menunda menjatuhkan bom masalah yang sebenarnya. Namun begitu bomnya meledak, tiga perempat novel ini saaaaangat mengasyikkan. Page turner banget. Tempo ceritanya juga menjadi cepat. Saya tenggelam pada usaha Risa untuk mendapatkan kembali apa yang pernah hilang darinya. Terlebih lagi saya suka dengan banter yang dilakukan antara Risa dan Amel. Mereka cute banget :)))
Ooh saya juga suka dengan lirik-lirik lagu yang ditulis Risa. Cakep banget pemilihan diksinya.
Membaca novel ini pada akhirnya membuat saya memikirkan tentang sahabat saya. Bersyukur karena kami nggak pernah dihantam badai seperti yang dialami Risa dan Amel. Saya juga berusaha mengingat-ingat pernahkah saya membuat komentar jahat dan menyudutkan terhadap seseorang di media sosial. Ah, semoga saja tidak. Bagaimana dengan kalian?
Hmm... yah, saya sih tetap akan merekomendasikan novel ini apa pun jawaban kalian 😉
0 komentar:
Posting Komentar