Kamis, 04 Februari 2016

[Resensi: Perjalanan Hati - RIawani Elyta] Menemukan Jawab dalam Nostalgia Perjalanan


Judul buku: Perjalanan Hati
Penulis: Riawani Elyta
Editor: Dewi Fita
Perancang sampul: Dwi Annisa Anindhika
Penerbit: Rak Buku
Tahun terbit: 2013
Tebal buku: 194 halaman
ISBN: 978-60-217-5596-9




BLURB

Suara dari masa lalu itu masih berembus kencang.
Menyergapku dalam rindu yang dingin.
Ia bercerita tentang sebuah rasa yang terus tumbuh dan
terpelihara. Jika tidak pada tempatnya, maka ia tak ubahnya ilalang kering.
Kusadari, bayang-bayangmu tak hadirkan rasa benci, tetapi rindu yang perlahan-lahan berembus

Ini cerita tentang aku

Aku yang menapaktilasi masa lalu, mencoba mencari rasa yang terserak untuk menetapkan hati
Aku yang berjalan mengitari hatinya, mencoba mencari getaran itu kembali
Ketika semua terasa hampa, apakah kau masih mau berdiri di sana....
Menungguku pulang dan memeluk erat


RESENSI

Tiba-tiba saja Maira meminta izin pada suaminya, Yudha, untuk ikut rombongan backpacker menuju gugus Anak Krakatau. Padahal sejak menikah dua tahun lalu, Maira telah menuntaskan hobinya berpetualang di alam setelah melakukan pendakian ke Gunung Leuser. Yudha curiga, kebulatan tekad Maira ada hubungannya dengan kedatangan Donna beberapa hari sebelumnya. Donna, mantan pacar Yudha yang paling lama berhubungan dengan Yudha.
Tapi Maira tak menjawab desakan pertanyaan Yudha. Ia memang gelisah, tapi ia ingin mencari jawaban kegundahannya melalui perjalanan backpacker kali ini. Karena ia tahu melalui adiknya bahwa Andri pun turut serta dalam rombongan. Andri, sesorang yang teramat akrab dengan masa lalu Maira.
Maka dimulailah perjalanan Maira, menyusuri liku perasaannya dan menelaah rindu yang sesungguhnya. Meski semakin lama ia sadar, ia bukannya mendapatkan jawaban tapi 'perjalanannya' bisa saja menjadi jerat bagi dirinya sendiri. Jerat nostalgia yang dibawa oleh Andri.
Bisakah Maira mengurai simpul hatinya? Bisakah Maira memaafkan dosa-dosa Yudha? Atau justru ia akan terjebak nostalgia?

--------------

Membuka novel ini saya langsung senyum-senyum sendiri, apalagi kalau bukan karena menemukan nama tokohnya yang sama dengan nama putra pertama saya. Yudha dengan huruf 'h'. Hehe~

Novel ini memang tipis, hanya 191 halaman sehingga cepet banget dituntaskan. Tapi justru ceritanya padat dan langsung  to the point, nggak berputar-putar.
Konfliknya memang nggak serta merta terungkap, baru setelah beberapa bab saya tahu alasan apa yang membuat Maira pergi. Kenapa Donna memberi pengaruh yang begitu besar dan apa sebenarnya kabar yang dibawa Donna.

Novel ini diceritakan menggunakan sudut pandang orang ketiga, dan fokus utamanya pada Maira dan Yudha. Bergantian saya dibawa menyelusuri kegundahan mereka masing-masing, bagaimana perang batin dalam diri mereka. Ditambah lagi, diksi yang digunakan Riawani Elyta membuat saya terhanyut dalam mengikuti kisah ini.
Dan nggak tahu bagaimana, mungkin karena gaya berceritanya, atau diksinya yang puitik, atau dialognya, atau mungkin temponya, kok ya saya malah kebayang adegan-adegan ini berasa di dalam film jadul. Saya kok kebayangnya Yessy Gusman sama Rano Karno yang memerankan kisah ini. Huwahaha~ astagaa imajinasi sayaah!

Semua tokoh dalam karakter ini terasa dewasa bagi saya. Entah berapa umur mereka, saya lupa ada disebutkan atau enggak, semua punya cara pikir yang logis. Terutama cara berpikir Donna, yang belakangan malah mencuri simpati dan perhatian saya.

Yang paling saya suka dari novel ini adalah detail settingnya. Terutama ketika sampai di Anak Krakatau. Sejak awal memang nuansa pencinta alamnya sudah kental, karena ketiga tokoh utamanya: Maira, Yudha dan Andri adalah pencinta alam. Namun penggambaran situasi Anak Krakatau itu yang juara. Saya suka banget dengan detail-detailnya.

Secara keseluruhan saya suka novel ini. Meski tipis tapi menyajikan cerita yang mendalam. Tentang sebuah perjalanan. Tentang sebuah kepercayaan. Tentang memaafkan dan berdamai dengan masa lalu.


TEBAR-TEBAR QUOTE

"Pernikahan nggak selamanya menjadi gembok besar yang menghalangi kesempatan orang lain untuk memasukinya selama yang empunya juga selalu alpa memasang gembok itu rapat-rapat." (hlm. 53)

"Rintangan ada untuk kita hadapi dan taklukkan, bukan untuk dihindari apalagi sampai mencari pelampiasan jika merasa tak sanggup menghadapinya." (hlm. 117)

3 komentar:

Shyshe_Princess_Damina-lovely-Sun_Shine mengatakan...

Menarik buat dibaca, dan penasaran dengan konflik apa yang dibawa dari masa lalu para tokoh? :)

Kendengpanali.blogspot.com mengatakan...

Konflik hati :)
Terima kasih sudah mampir ^^

Yuska mengatakan...

Nurina, selamat ya. kamu pemenang Read at Your Own Risk bulan Februari. Mohon kirim nama, alamat dan no telp ke: raining.lin77@gmail.com
Thank you.

Posting Komentar

 

Nurina mengeja kata Published @ 2014 by Ipietoon