Minggu, 31 Januari 2016

[Resensi: Pulau Takdir - Judith McNaught] Cinta dalam Setiap Tarikan Napas


Judul buku: Pulau Takdir
Judul asli: Every Breath You Take
Penulis: Judith McNaught
Penerjemah: Endang Sulistyowati
Penyunting: Yohanes Widjaja
Penerbit: Dastan Books
Tahun terbit: Juni 2014
Tebal buku: 528 halaman
ISBN: 978-602-247-173-8




BLURB

Setelah ayahnya meninggal, Kate Donovan menerima ajakan Evan, kekasihnya, untuk berlibur di sebuah pulau tropis yang indah. Namun, bukannya terhibur, Kate malah merasa semakin kesepian dan terpuruk, apalagi Evan selalu menunda-nunda menemaninya dengan alasan ada pekerjaan.

Sementara itu, Mitchell Wyatt tidak menduga kalau pertemuannya yang tidak disengaja dengan Kate akan mengubah hidupnya selamanya. Sejak kecil, Mitchell sudah 'dibuang' oleh keluarganya. Tanpa keluarga yang menyayanginya, Mitchell tumbuh menjadi pribadi yang sangat angkuh, tidak mudah percaya pada orang lain, tapi semua pengalamannya itu menjadikannya sebagai pengusaha yang sukses dan percaya diri. Selama ini, Mitchell tidak pernah kesulitan mendapatkan wanita yang diinginkannya, tapi tidak pernah ada wanita yang mampu membuatnya terpesona secepat dan sekuat yang dilakukan Kate. Di lain pihak, Kate yang merasakan hubungannya semakin hambar dengan Evan, juga menemukan sesuatu yang baru dan memikat dalam diri Mitchell.

Apakah Kate benar-benar menemukan pasangan hidupnya? Bagaimana reaksi Evan ketika mengetahui kebenarannya? Dan bagaimanakah akhir hubungan terlarang antara Kate dan Mitchell?


RESENSI

Masih berduka atas meninggalnya sang ayah, Kate Donovan merasa kesepian di Pulau Anguilla. Tadinya ia datang ke pulau itu bersama kekasihnya Evan Bartlett, tapi kesibukan Evan sebagai pengacara memaksa Evan untuk meninggalkan Kate dan kembali ke Chicago.
Menghabiskan waktunya sendirian di pulau nan indah itu, Kate tanpa sengaja bertemu dengan Mitchell Wyatt dalam suatu kecelakaan kecil. Untuk mengganti kerugian, Mitchell meminta Kate untuk makan malam bersamanya. Setengah tersihir akan pesona Mitchell, Kate pun setuju.
Namun makan malam yang mestinya akan terjadi di sebuah tempat itu hampir gagal karena adanya kecelakaan lain. Kecelakaan yang melibatkan anjing kampung yang telah menarik perhatian Kate selama beberapa hari terakhir. Memutuskan untuk merawat anjing itu, Kate membawa Max dan Mitchell ke villa tempatnya menginap.
Mitchell yang sepanjang hidupnya selalu merasa 'dibuang' merasakan untuk pertama kalinya menemukan pesona yang kuat dan manis dalam diri Kate. Meski ia tahu Kate telah bersama seseorang, ia tetap bercinta gila-gilaan dengan Kate.
Sayangnya Evan kembali, dan saat Kate memutuskan untuk meninggalkan Evan, pria itu mengungkapkan siapa sebenarnya jati diri Mitchell. Satu kesalahpahaman disusul kesalahpahaman yang lain dan menimbulkan pertengkaran lalu perpisahan.
Namun saat Kate menyadari ia telah hamil, akankah ia meberitahu Mitchell dan mengambil risiko ditolak lagi oleh pria itu?

-------------

Saya sebenarnya merasa geli dengan pemilihan judul versi Indonesianya. Meski kisah cinta antara Mitchell dan Kate tumbuh dan berkembang di pulau, tapi saya lebih suka Every Breath You Take yang merujuk pada kalimat romantis yang diucapkan Mitchell. Kalimat yang sukses bikin mewek.

Judith McNaught detail banget dalam menuliskan latar belakang para tokohnya. Landasan ceritanya dibangun dengan kokoh dan dijalin dengan rapi sehingga rasanya mengalir dengan wajar dan asyik diikuti.

Saya suka dengan Kate yang pintar banget flirtingnya. Haha~ Kalimatnya selalu memancing ke arah yang tepat. Dia wanita yang mudah dibuat tertawa dan nggak jaim.
Mitchell jenis pria yang 'dewa' banget. Tampan, maskulin, sukses dengan kekuatan sendiri, dan yang mematikan adalah selera humornya.
Mereka berdua pasangan yang manis dan romantis, tapi sayangnya terlalu sempurna. Jadi berasa nggak nyata.

Saya lebih suka interaksi mereka setelah bertemu kembali saat menghadapi tragedi penculikan putra mereka. Lumer banget dengan adegan-adegan manis yang bikin overdosis. Mitchell juga langsung muncul gitu rasa kebapakannya. Haha~
Umm~ tapi saya rasa Danny terlalu lancar bicara sebagai anak berusia dua puluh dua bulan. Anak saya dua puluh tiga bulan tapi bicara saja masih kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Ini Danny malah bisa menceritakan ulang apa yang dikatakan ibunya atau ibu temannya. Sorry, tapi saya rasa itu kemampuan anak umur tiga tahun ke atas.

Overall, ceritanya baguuuus. Intriknya dapet banget. Dan kadar romannya juara. Buat kalian yang suka tipe alpha-male dan punya sense of humor yang nakal dan menggoda tapi juga romantis abis silakan baca novel ini. Dan siap-siap pingsan saat Mitchell berkata, "con ogni respiro che prendo." *pingsan tjantik*

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Sepertinya ceritanya menarik ya

Kendengpanali.blogspot.com mengatakan...

Yap. Ceritanya menarik dan seru :)

Posting Komentar

 

Nurina mengeja kata Published @ 2014 by Ipietoon