Rabu, 27 Januari 2016

[Resensi: Negeri Para Roh - Rosi L. Simamora] Menjejak Negeri Tempat Roh Bersemayam


Judul buku: Negeri Para Roh
Penulis: Rosi L. Simamora (berdasarkan kisah nyata Dody Johanjaya)
Ilustrasi sampul dan isi: Rosi L. Simamora
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2015
Tebal buku: 288 halaman
ISBN: 978-602-03-2113-4



BLURB

Pada tanggal 6 Juni 2006, longboat berpenumpang lima kru sebuah stasiun televisi berangkat dari Agats menuju Timika. Mereka adalah Senna, Totopras, Sambudi, Bagus, dan Hara.

Belum lagi tengah hari, laut sekonyong mengganas dan longboat terbalik. Berbekal dry box berukuran lima puluh sentimeter persegi, empat dari mereka harus bertahan di tengah amukan Laut Arafuru. Yang seorang lagi terpisah bersama tiga awak perahu, terseret arus ke arah berlawanan.

Negeri Para Roh adalah kisah tentang kelima kru itu. Di negeri itu mereka belajar mengenal manusia Asmat dan relung-relung ritualnya yang purba. Mereka juga menyaksikan bagaimana roh-roh leluhur dihormati dan sekaligus ditakuti, terus diingat dalam patung-patung ukiran, namun juga dibujuk pergi dan diantar ke dunia abadi di balik tempat matahari terbenam.

Bukan itu saja. Di Negeri Para Roh itu pula Senna akhirnya belajar melepaskan, Totopras mengalami Tuhan, Sambudi mencoba merekatkan kembali dirinya yang retak, dan Bagus mendapat keberanian untuk menyatakan cintanya. Dan Hara? Ia menemukan dirinya sendiri.

Namun. Selamatkah mereka?


RESENSI

Sebagai "sang otak" di balik program Petualang yang memiliki rating tinggi di dunia pertelevisian, Senna Johanjaya tiba lebih dulu di Desa Senggo. Sementara keempat kru yang lain; Bagus Dwi, Sahara, Totopras, dan Sambudi akan tiba sehari kemudian untuk melakukan syuting di Agats, Kabupaten Asmat.
Ini petualangan yang kesekian kali bagi Senna meski mendapat tentangan keras dari Sambudi. Pria itu sejak awal menolak keras menyertakan Sahara ke dalam tim mereka. Bahkan di sepanjang perjalanan dan selama pengambilan gambar Sambudi bersikap kasar dan dingin pada Sahara. Apalagi setiap Hara berdekatan dan bersenda-gurau dengan Bagus, Sambudi makin angker.
Bagi Hara yang memulai perjalanan ini dengan setengah hati, petualangan ini sempat membuatnya ragu. Ia bukan hanya meragukan dirinya sendiri tapi juga meragukan tujuannya. Namun Bagus yang terus bercerita dan membagi kisahnya tentang Manusia Asmat membuka mata Hara. Ia tetap bertahan walau Sambudi seolah membencinya.
Lima orang dari tanah seberang, menjejakkan kaki di pulau lumpur yang bukan hanya dihuni para manusia tapi juga para roh. Roh yang beberapa di antaranya menyimpan dendam.
Ketika tiba waktunya untuk pulang, akankah mereka lebih percaya pada takhayul atau logika? Saat perjalanan mereka dihadang arus, angin dan ombak yang marah, bisakah mereka bertahan? Bisakah mereka pulang?

-----------

Sebagai pencinta acara Jejak Petualang dan mengikuti berita hilangnya kru Jejak Petualang pada tahun 2006, saya menyambut gembira novel ini. Meski bukan memoar sepenuhnya dan beberapa hal dimodifikasi agar menjadi cerita pop, saya cukup menantikannya.

Dari covernya saja sudah banyak berbicara pada saya. Bukan hanya menunjukkan apa yang harus dihadapi kelima kru televisi dan ketiga kru kapal yang menyertai mereka, tapi juga menampilkan pesona yang etnik dan unik.

Negeri Para Roh menggunakan POV orang pertama dari sisi Senna dalam setting tahun 2015, saat Senna memutuskan kembali ke Agats setelah sembilan tahun berlalu. Sisanya POV menggunakan sudut pandang orang ketiga pada setting tahun 2006.
Alur novel ini menggunakan alur campuran. Setting waktunya melompat-lompat dengan lincah; mundur kemudian mundur lebih jauh lalu maju lagi. Hal ini membuat rasa penasaran saya menjadi-jadi karena kisah dipotong di saatbyang tepat dengan begitu rapi.
Diksinya indah dan penuh majas personifikasi. Seakan alam benar-benar hidup dan punya kuasa atas manusia.

Sebagai novel yang berdasarkan kisah nyata, mau nggak mau saya bertanya-tanya juga mana yang mendapat sentuhan si penulis. Pada akhirnya setelah selesai membaca, saya sempat mencari artikel-artikel berita terkait kejadian ini. Dari artikel-artikel tersebut saya merasa penulis berhasil memoles beberapa hal untuk menjadi jalinan cerita yang menarik.

Saya menikmati legenda-legenda dan kisah-kisah tua suku Asmat yang disajikan di dalamnya. Pastinya penulis telah melakukan riset yang mendalam karena novel ini sanggup menyuarakan filosofi dan kearifan lokal Manusia Asmat. Di balik budaya mereka yang dituduh kanibal ada rasa hormat yang mereka tujukan pada roh alam dan roh leluhur.

Tokoh-tokoh yang tampil dalam novel ini saya anggap perwakilan dari lima kru Jejak Petualang di dunia nyata. Nama keempat orang yang hilang tetap menggunakan nama asli; Bagus Dwi, Luky, Agus, dan Yunus. Sementara keempat kru televisi yang lain menggunakan nama yang berbeda.
Meski sejak awal karakter mereka sudah terasa bulat dan kuat, sangat menarik melihat perubahan yang kemudian terjadi. Bahwa perjalanan nan berat ini nantinya membentuk karakter akhir yang lebih baik. Dan yang lebih penting membuat saya yang terhanyut pada ketegaran dan kepasrahan tokoh-tokoh ini tahu bahwa kita nggak boleh kehilangan harapan. Semua telah dicukupkan oleh Tuhan.

Overall, buku ini bukan hanya memberikan kisah para penyintas yang luar biasa tapi juga memberi sudut pandang yang jelas tentang Manusia Asmat dan kepercayaan mereka yang sangat menarik. Bagaimana saya diajak memahami suku Asmat. Memahami kebudayaannya, ideologinya, jati dirinya dan jeritan-jeritan hatinya karena dipaksa menjadi manusia modern yang 'artistik'. Recomended banget, pokoknya.

TEBAR-TEBAR QUOTE

Berapa lama kita terus memelihara kenangan? Berapa lama usia kenangan sebelum akhirnya luruh dimakan waktu? (hlm. 75)

"Ingat, Sahara. Hidup ini terlalu berharga untuk dijalani dengan mata tertutup. Buka mata. Telingamu. Hatimu. Segenap jiwamu... Cari tahu apa yang kamu inginkan. Dan jangan berhenti sampai kamu menemukannya." (hlm. 102)

"Uang selalu berbeda nilainya untuk setiap orang, kurasa. Tergantung digunakan untuk apa dan membahagiakan siapa." (hlm. 110)

Kita adalah semua peristiwa yang terjadi pada kita. Kita adalah keberhasilan dan kegagalan kita, keberanian dan ketakutan kita, suka dan duka kita. Kita adalah bagaimana kita mengolah semua itu. (hlm. 163)

3 komentar:

Shyshe_Princess_Damina-lovely-Sun_Shine mengatakan...

Penasaran dan merinding juga membayangkannya :)

Kendengpanali.blogspot.com mengatakan...

Bacanya juga merinding. Kata² yang disusun Mbak Rosi keren banget ^^

Ila Rizky mengatakan...

Aku jadi penasaran sama novel ini mba. Katanya dari kisah nyata ya. Krunya ada yang hilang dan belum ditemukan sampai sekarang. Ngeri jadinya.

Posting Komentar

 

Nurina mengeja kata Published @ 2014 by Ipietoon