Judul: Three Days To Remember
Penulis: Christina Juzwar
Ilustrator: Fransisca Rivan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: Maret 2014
Tebal buku: 240 halaman
ISBN: 9786020302379
BLURB
Phillip tak pernah menyangka bahwa Indira, wanita yang pernah ia cintai—sekaligus membuat hatinya hancur—muncul kembali. Padahal ia bersumpah tak akan pernah memikirkan atau menemuinya lagi.
Indira memohon pada Phillip agar mau bersamanya ke Pulau Beta—tempat yang dulu menyatukan mereka. Ini merupakan permintaan terakhir Indira karena gadis itu akan segera meninggalkan Indonesia dan tak akan kembali. Tak tega menolak, Phillip mengikuti permintaan Indira.
Namun, tiga hari kebersamaan itu menguras pahit-manis kenangan yang pernah terjalin di antara mereka.
Membuka rahasia.
Mencipta cerita berbeda tentang arti cinta.
RESENSI
Sudah lama rasanya saya nggak membaca novel Amore-nya GPU. Padahal saya punya niat untuk nggak menyerah pada lini ini. Karena memang cukup sulit menemukan novel Amore yang bagus. Rata-rata kebanyakan ide ceritanya kurang nendang atau kisahnya datar-datar saja.
Kali ini saya membaca Three Days To Remember karya Christina Juzwar. Kalau diingat sepertinya ini kali kedua saya membaca karya Christina Juzwar. Novel ini cukup membuat saya tertarik karena warna covernya yang membiru.
Novel ini diceritakan menggunakan sudut pandang orang ketiga, dengan porsi fokusnya lumayan berimbang antara Indira dan Phillip. Dengan mudah saya bisa memahami perasaan-perasaan kedua tokohnya. Alur kisahnya yang maju-mundur, ditulis dengan apik dan rapi. Nggak bikin bingung karena satu kejadian di masa kini menyeret ingatan akan masa lalu. Menggali kenangan lama dan memunculkannya ke permukaan. Saya suka bagaimana Christina membuat benang merah untuk masa kini dan masa lalu sehingga bisa terhubung dan muncul dalam cerita. Meski ada juga yang terasa dipaksakan.
Konflik utamanya adalah dua insan yang masih memendam perasaan yang sama, dan salah satu pihak berusaha memperbaikinya. Tapi saya merasakan inkonsistensi juga dalam penokohan karakternya. Semacam rada labil.
Tadinya saya pikir Phillip digambarkan sebagai pria dewasa. Banyak sifat baiknya yang sengaja ditampilkan. Keluarganya yang harmonis. Sifatnya yang penuh perhatian dan penyayang. Kesukaannya pada anak-anak (yang terasa nggak alamiah di mata saya), semua sifat baik itu entah kenapa rasanya palsu dan kurang meyakinkan. Seperti terlalu dibuat-buat. Justru sifat yang terlihat Phillip banget adalah saat dia cemburu buta, asal tuduh, nggak mau dengar penjelasan dan nggak cukup percaya pada Indira. Asli... sifat yang itu bulat banget dalam sosok Phillip.
Sama halnya juga dengan karakter Indira. Di mata saya yang terlihat adalah Indira yang sok bahagia, sok asyik. Sifatnya yang terlalu ceria dan nggak mau membagi kesedihan itu rasanya nggak manusiawi. Bikin gondok. Makanya saya suka ketika di Pulau Beta dia berani keluarin semua unek-uneknya. Semua kesedihannya. Semua kemarahannya.
Itu wujud yang sebenarnya dari usahanya untuk meraih hati Phillip kembali. Dan di adegan itulah baru saya melihat manusiawinya Indira.
Three Days To Remember bertutur dengan mengutamakan dialog. Sayangnya dialog antar tokohnya kurang cair dan aneh. Saya nggak bisa membayangkan cowok asli mengucapkan kalimat-kalimat yang diucapkan Phillip.... kecuali di sinetron. Huhuuu. Mungkin hanya ada satu dari sepuluh pria yang bakal ngomong seperti itu. Contohnya saja... Mas Rangga dalam AADC. *doeeeng*
Bagi saya, novel ini masih terasa berputar-putar dan bertele-tele. Konfliknya hanya simple sebenarnya tapi seperti ditunda-tunda untuk diselesaikan. Dan sebenarnya, apa yang dialami oleh Indira juga sudah saya tebak sih sejak mereka mau berangkat ke Pulau Beta. Thanks to Olaf yang sudah kasih clue.
Dan penyelesaiannya umm... lumayan bergantung pada miracle ya. Saya sih sudah pasrah mau sad ending ya nggak apa-apa. Toh mereka udah menyelesaikan apa yang terjadi dua tahun lalu. Atau mungkin karena saya nggak merasa terkoneksi dengan si tokoh makanya nggak bahagia juga nggak apa-apa? #plak
Tapi yaaah endingnya lumayan manis kok. Melegakan lah.
Overall, saya nggak terlalu menikmati novel ini. Tapi boleh lah dibaca saat senggang sambil membayangkan, apa yang akan kita lakukan dengan mantan selama tiga hari, jika diberi kesempatan lagi untuk bersama. Ehem.
0 komentar:
Posting Komentar