Judul buku: Three Women Looking For Love
Penulis: Netty Virgiantini
Desain sampul: Innerchild Studio
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: Oktober 2012
Tebal buku: 272 halaman
ISBN: 978-979-22-8913-8
BLURB
Kami bertiga dipersatukan takdir sebagai lajang terakhir di angkatan SMA. Berusia kepala tiga, kami senasib sepenanggungan. Kami saling berbagi, saling menguatkan, juga saling bersaing diam-diam.
Hanya karena "status" hidup kami jadi sorotan banyak orang, kami dipandang sebelah mata. Tapi bagi kami itu biasa. Digunjingkan, itu tak terlalu memusingkan. Masih juga ditambah harus melakukan banyak ritual yang tak masuk akal. Mulai dari mencuri kembang melati di keris pengantin pria sampai mandi kembang tengah malam. Kami rela melakukan apa saja, asal tidak harus makan beling seperti kuda lumping!
Jodoh itu punya waktu dan caranya sendiri ketika menghampiri. So, don't worry be happy! Huhuuy!
(Jani, Rena, Mona)
RESENSI
Lajang terakhir. Betapa berat status tersebut bila disandang seorang wanita. Sebahagia apa pun sang wanita dengan hidupnya, selalu ada orang-orang yang akan riwil tentang status lajangnya dan memberi tekanan sosial. Itulah yang dihadapi oleh ketiga tokoh wanita dalam novel Three Women Looking For Love ini. Situasi yang sebenarnya sudah akrab banget dengan kita karena sering kita jumpai entah di media sosial atau di lingkungan terdekat kita.
Netty Virgiantini mengungkapkan kegelisahan ketiga the last lajangers ini dengan gaya bertuturnya yang khas. Selengekan dan kocak. Para cewek-cewek di novel ini merupakan cewek-cewek kuat dan mandiri, yang cuek di luar tapi juga ketar-ketir di dalam. Bukannya mereka menutup mata dan hati dari cowok yang mendekat—ini terlihat dari jungkir-koprol-jempaliknya usaha mereka—tapi bukankah memilih calon pendamping juga nggak bisa asal comot hanya demi membungkam omongan orang? Saya suka bagaimana mereka dibuat galau, sempat terombang-ambing di antara prinsip dan tuntutan lingkungan. Banyak cobaan yang mereka hadapi, seperti... kenapa ketika sedang menginginkan jodoh, yang menghampiri kok ya yang aneh-aneh. Seperti itulah kurang lebihnya. :)))
Diceritakan melalui sudut pandang orang pertama yaitu sudut pandang Jani, novel ini tetap bisa memotret keresahan ketiga wanita yang bersahabat dekat ini dengan lengkap. Chemistry yang akrab dan dialog yang ger-geran membuat kisahnya enak dibaca. Alur cerita dalam novel ini memang cenderung melompat. Seperti ketika Jani ada di resepsi pernikahan sementara sosok Irawan masih terselubung misteri. Irawan sempat ingin mengungkapkan identitasnya tapi selalu saja ada gangguan (dalam hal tarik ulur informasi ini, Netty Virgiantini memang paling jago bikin geregetan), tapi adegan hanya terputus sampai di kegagalan Irawan saja, tanpa ada kelanjutan lagi bagaimana situasi mereka kemudian hingga resepsi berakhir.
Tapi toh memang seperti yang saya bilang sebelumnya geregetan penasarannya bisa sampai di ubun-ubun karena Irawan ini misterius banget. Lagi-lagi sih, tipe karakter hero yang khas seperti novel-novel Netty Virgiantini yang lain: kalem, sederhana tapi membius. Jyaahhh XD
Sebenarnya walau sama-sama berstatus lajang, situasi Jani, Rena dan Mona lumayan berbeda. Selain karakter, latar keluarga mereka pun berlainan, ini yang menyebabkan perbedaan tekanan tentang jodoh yang mereka rasakan berbeda-beda levelnya. Jani memang lebih santai karena posisinya sebagai anak bungsu dan kakak-kakaknya telah menikah, berbeda dengan Rena yang anak tunggal dan Mona yang merupakan anak pertama dan telah dilangkahi adiknya dalam hal menikah. Hal inilah yang kemudian menimbulkan mereka diam-diam bersaing sengit, tapi dibungkus dengan kepolosan dan kekocakan.
Hal yang akrab bagi saya adalah budaya mencuri bunga melati di keris pengantin pria. Aduh, ini saya pernah lakukan. Hahaha. Saya paham betapa gusarnya Jani harus mencuri bunga dari keris yang terselip di punggung pengantin pria hanya agar ketularan dapat jodoh. Ada juga adegan ge-er ge-er salting kala tukang video acara pernikahan malah terus-terusan mengambil gambar Jani. Ini juga bikin saya bernostalgia jadinya. XD
Penokohannya terasa kuat dan konsisten. Jani, Rena dan Mona punya sifat, gaya dan pemikiran yang berbeda. Mereka tampil dengan karakter masing-masing dengan sama menonjolnya. Tapi tetap saja Jani yang paling nggemesin.
Saya selalu suka kejutan manis yang disiapkan Netty Virgiantini di bagian ending ceritanya. Selama membaca karya-karyanya, saya selalu mak nyes dan klepek-klepek di lembar-lembar terakhir. Meski saya juga sempat merasa takut akan ending tak terduga seperti yang pernah terjadi di novel Telaga Rindu. Namun yang pasti, sedih atau bahagia, selalu ada sentuhan manis yang membuat saya merasa jatuh cinta setiap selesai membaca. Saya memang lebih menyukai kisah yang manis dan sederhana, tanpa menonjolkan kemewahan, tanpa penampilan yang rupawan bak dewa, tanpa keromantisan berlebihan. Itu sebabnya saya selalu klik dengan novel Netty Virgiantini dan merasa puas usai membaca novel Three Women Looking For Love ini. Nyes banget rasanya :)
0 komentar:
Posting Komentar