Senin, 03 Desember 2018

[Resensi] Aku Radio bagi Mamaku - Abinaya Ghina Jamela

Judul Buku: Aku Radio bagi Mamaku
Penulis: Abinaya Ghina Jamela
Penyunting: Asef Saeful Anwar
Desain Sampul: Andi Susilo & Wien Muldian
Penerbit: Gorga Pituluik
Tahun terbit: Oktober 2018
Tebal buku: 93 halaman
ISBN: 9786025262739



BLURB

Tapi warna-warna krayon itu juga mengingatkanku pada sampah-sampah yang berserakan di jalan raya. Sampah-sampah seperti tak pernah hilang di sepanjang jalan. Ada saja yang bertebaran. Aku juga pernah melihat orang yang membuang bungkus makanan dari mobil mereka. Sehingga aku bingung dengan warna apa tangan-tangan mereka yang membuang sampah itu harus aku warnai. Aku takut akan merusak warna krayonku.

(Aku Suka Bermain dengan Krayonku)


RESENSI

Setelah sebelumnya menulis buku kumpulan puisi, kali ini Abinaya Ghina Jamela menulis sebuah kumpulan cerita pendek berjudul Aku Radio bagi Mamaku. Penulis cilik yang masih berusia 9 tahun ini menulis cerpen-cerpen dalam buku tersebut di saat ia merasa mandeg untuk melanjutkan novelnya. Ketika ia tak mampu memikirkan sesuatu untuk dituliskan dalam novelnya, ia melepaskan "sampah-sampah" pikirannya ke dalam cerpen-cerpen dalam buku ini. Bisa dibilang ini adalah ceracauan Naya yang telah mengendap di benaknya.

Kalian tidak akan menemukan kota ini di peta mana pun. Hanya sebuah kota kecil bernama Sunopa. Tidak ada yang istimewa dari kota ini. Aku pun sekadar ingin menceritakan kisah yang mungkin tidak ingin kalian dengar. Tapi aku akan bercerita dengan jujur. (Hlm. 1)

Benar, Sunopa memang tidak ada di peta mana pun. Namun, Sunopa adalah kota kecil yang kemudian menjadi menarik ketika diceritakan dari sudut pandang seorang anak kecil bernama Alinka. Dengan kekritisannya yang polos, Alinka mengungkapkan betapa lucunya sistem dan tabiat penduduk kota itu. Melalui 10 cerita pendek yang terdapat dalam buku ini, pembaca diajak masuk ke dunia Alinka yang lugas. Bersiaplah karena Alinka tak segan-segan mencurahkan protesnya akan hal-hal aneh yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Dan ia sungguh-sungguh jujur tentang apa yang dirasakannya.

Anak-anak dilarang masuk ke perpustakaan jika bukan jadwalnya. Aku menceritakannya pada Mama. Anak Untuk Pemula hanya boleh berkunjung satu kali dalam seminggu. Anak Untuk Pemula tidak boleh meminjam buku. Itu hal bodoh, menurutku.
"Tidak semua anak Untuk Pemula bisa membaca," jawab Mama.
"Tapi seharusnya kami boleh masuk ke perpustakaan setiap hari!" (Perpustakaan Sekolah yang Membuatku Bersin - hlm. 19-20).

Cerpen berjudul Aku Bosan dengan Menu Bekalku menjadi cerita pembuka yang sangat menarik karena dengan piawainya Abinaya membuat pembaca pun ikut terlarut dalam rasa penasaran tentang menu bekal Alinka bahkan hingga akhir cerita. Dalam cerpen Hukuman dari Mama juga terlihat betapa terampilnya Abinaya mengolah ide dalam kepalanya. Ia menjadikan dirinya sendiri sebagai tokoh cerita di dalam dunia Alinka. Ketika Alinka dihukum menulis sebuah cerita, ia membuat kisah tentang seorang gadis kecil bernama Naya dan monster tembok.
Jika cerita tentang monster tembok saja sudah terasa menegangkan saat dibaca, cerpen Permainan yang Membuat Aku Deg-degan benar-benar membuat pembaca berdebar-debar karena terbawa imajinasi Abinaya... Atau mungkin itu sebenarnya hanya imajinasi Alinka saja. Apapun itu, bagi saya ini adalah cerpen penutup terbaik. Penutup yang sempurna karena membuat saya merasa "lapar" sekaligus puas dalam waktu bersamaan.

Kesepuluh cerita pendek yang ditulis oleh Abinaya mengalir dengan ringan namun sarat kritik sosial sesuai dari sudut pandang anak-anak. Kehidupan keseharian seorang anak yang sederhana ternyata bisa disajikan dengan penuh bobot. Sosok Alinka banyak menceritakan tentang teman-teman sekolahnya, keluarganya, hobinya, penulis dan buku-buku yang dibacanya, juga imajinasinya. Terlebih harus diakui kepiawaian Abinaya menulis metafora membuat cerita-cerita dalam buku ini menjadi lebih hidup.

Aku berbalik dan melihat seorang perempuan berambut merah, dengan lipstik merah, dengan baju merah, dengan celana merah, dengan sepatu merah, berdiri di hadapanku. Dia wanita yang sangat kurus, seperti pensil berwarna merah. Wajahnya menampakkan marah. Dia mamanya Bose. Dan, ahh! aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. (Benarkah Anak Perempuan Manja? - hlm. 41).

Aku Radio bagi Mamaku menjadi sebuah kumpulan cerpen yang memberi warna tersendiri bagi sastra anak di Indonesia. Buku ini membawa harapan akan berkembangnya tema bacaan yang bisa dibaca anak-anak usia sekolah dasar. Karena terus terang, sebagai orang tua, saya cukup kesulitan mencari buku yang pas untuk dibaca oleh anak seusia dan dengan jenis kelamin sesuai anak saya. Pada akhirnya, kumcer ini membuat saya semakin tak sabar menunggu terbitnya novel Abinaya.

 

Nurina mengeja kata Published @ 2014 by Ipietoon