Jumat, 20 Februari 2015

Resensi Dua Ibu - Arswendo Atmowiloto

Judul                     : Dua Ibu
Penulis                  : Arswendo Atmowiloto
Penerbit                : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama : 1980
Cetakan ketiga     : Juni 2004
Tebal buku            : 304 halaman
ISBN                       : 978-602-03-0602-5

BLURB
Dalam kehidupan ada dua macam ibu. Pertama, sebutan untuk perempuan yang melahirkan anaknya. Kedua, sebutan untuk perempuan yang merelakan kebahagiaannya sendiri buat kebahagiaan anak orang lain, dengan rasa bahagia pula.
     Yang paling istimewa jika dua macam sifat itu bergabung menjadi satu.
     Aku bisa bercerita karena aku memiliki.
     Aku memiliki dan ia kupanggil Ibu.
     Begitulah pengakuan Mamid. Demikian juga pengakuan delapan anak yang lain yang dikeluargakan karena kasih sayang ibu dan ayah.
     Ini memang kisah kasih dan sayang, kisah perjalanan seks, kisah perkawinan, dan juga kisah kematian yang pendek. Ditulis dengan gaya album. Menyajikan suasana per adegan, tidak selalu berurutan tetapi berangkaian, kadang membawa emosi, menyeret kenangan, dan melahirkan penilaian.

RESENSI
Dua Ibu adalah kisah tentang seorang ibu dengan sembilan anak; Solemah, Mujanah, Jamil, Ratsih, Herit, Adam, Mamid, Prihatin dan Priyadi. Tentang perjuangan ibu membesarkan anak-anaknya dengan darah dan keringat.

Cerita diawali dari sudut pandang Mamid (aku) yang mengungkapkan betapa ia memuja sang ibu.
Lama aku menyadari bahwa Ibu menjadi merpati, juga bagi anak merpati lain. Bahwa Ibu menjadi harimau, juga untuk anak harimau yang lain. Kalau mungkin aku ingin kawin dengan Ibu. Padanya aku tak pernah sangsi bahwa aku mencintainya, dan padanya aku tak pernah sangsi bahwa ia mencintaiku. (Hal. 12)
Sejak ayah meninggal, praktis ibu yang harus menghidupi anak-anaknya. Kehidupan makin sulit setelah Solemah dan Mujanah menikah karena ibu telah menjual barang-barang di dalam rumah. Puncaknya saat Mamid dikhitan dan ibu harus mengeluarkan banyak biaya.
Jamil yang kemudian memaksa Mamid untuk ikut Tante Mirah ke Jakarta. Konon, Tante Mirah adalah ibu kandung Mamid. Jamil punya rencana dan itu akan terlaksana kalau Mamid ikut Tante Mirah tinggal di Jakarta.
Dan cerita semakin bergulir, Mamid bersedia meninggalkan Ibu dan tinggal di Jakarta bersama Tante Mirah dan Om Bong, orang tua kandungnya. Jamil, satu-satunya anak kandung ibu memilih pergi dari rumah untuk jadi pelaut. Ratsih menikah dengan atasan suami Solemah dan pindah ke Surabaya bersama Herit.

Kisah beralih pada perjalanan Jamil, seperti yang dikisahkan tiga tahun kemudian. Tentang perjalanan Jamil sebagai penumpang gelap ke Jakarta, tentang usahanya bertahan hidup dan menjadi awak kapal gelap.

Ada juga kisah-kisah Solemah dan Ratsih melalui surat-surat mereka untuk Ibu.
Satu-persatu anak-anak yang Ibu ambil dan Ibu besarkan mulai mandiri, mulai bisa mengepakkan sayap namun tetap membawa nilai-nilai hasil didikan Ibu. Mungkin itulah titik selesainya tugas seorang Ibu.

---------

Saya cukup banyak merasakan ikatan dengan Mamid karena saya pun memiliki. Ya, saya pun memiliki dua ibu. Saya tahu betapa beratnya harus meninggalkan ibu dan ikut orang tua kandung. Kalau dipikir-pikir usia saya meninggalkan ibu saya juga hampir sama dengan usia Mamid.

Arswendo juga dengan 'cantik' menggambarkan cara Mamid sebagai orang Jawa beradaptasi di Jakarta. Bagaimana Mamid masuk ke lingkungan pertemanan mereka. Mamid mungkin penakut tapi ia cerdik.

Bagian yang saya sukai adalah surat-surat Solemah dan Ratsih. Dengan latar waktu di era Orde Lama, surat adalah sarana komunikasi jarak jauh bagi masyarakat umum. Melalui surat, Solemah dan Ratsih menuliskan segala pemikiran dan kegusaran mereka. Meski begitu, penulis dengan rapi membuat perbedaan nyata pada ciri khas surat mereka berdua.

Nilai sosiologis dalam novel ini begitu kuat. Pembaca seperti diajak memasuki mesin waktu untuk menikmati Kota Solo tempo dulu lengkap dengan nilai- nilai sosial masa itu.
Arswendo juga berkisah dengan lugas selugas-lugasnya. Dengan cerdik, penulis membawa pembaca menyelami darah muda Mamid dalam memaknai hubungan pria dan wanita.
Dan saat tiba giliran surat-surat Solemah dan Ratsih, penulis menyuguhkan pemikiran-pemikiran lugu khas perempuan-perempuan masa itu.

Saya mendapati bahwa nilai kepercayaan mereka terhadap Ibu begitu besar sehingga tanpa ragu mereka menanyakan problema seks mereka pada Ibu. Tentunya mereka lebih malu bertanya pada sesama teman dan lebih memilih berkonsultasi dengan Ibu.

Meski saya pikir tetap ada bagian abu-abu yang samar tentang jati diri tokoh-tokoh dalam novel ini. Tapi mengingat cerita ini dikisahkan dari sudut pandang seorang anak, tentunya memang tidak semua hal terungkap dengan gamblang. Bagaimana pun setiap orang tua punya rahasia tersembunyi dari anak-anaknya.

Tokoh favorit saya tentu saja Ibu. Terlepas dari kekhilafan dan kekurangannya, Ibu adalah sosok yang 'kuat ngrekasane' dan sabar dalam situasi apa pun.
Dicintai anak-anak sendiri adalah hal yang mudah, tapi dicintai dan dihormati anak-anak yang bukan darah dagingnya sendiri adalah hal luar biasa. Sosok Ibu mengajarkan pada saya bahwa selalu akan ada jalan untuk saat-saat tersulit. Mengajarkan cinta tak terbatas untuk anak-anak.


TEBAR-TEBAR QUOTE


"Kemiskinan dekat sekali dengan kejahatan. Kalau kau miskin tanpa menjadi jahat, kau akan memetik hasilnya." (Hal. 47)

"Ya," kata Jamil. "Tuhan seperti kita, tak punya tempat tidur lagi." (Hal. 48)
"Ya, kita harus bersyukur," kata Jamil serius. "Kita harus bersyukur karena ada tetangga yang mati. Coba sehat semua, kita tidak dapat nasi selamatan." (Hal. 50)
Aku tidak begitu tahu, perpisahan harus diiringi tangis begitu. Aku juga tidak tahu bahwa bagian terberat dari perpisahan bukanlah ketika saling melambaikan tangan. Bagian terberat adalah hari-hari sesudahnya. (Hal. 97)
"Kalau kau pelupa, ingat-ingatlah bahwa kau ini pelupa. Selama kau ingat bahwa dirimu pelupa, kau tidak akan kehilangan." (Hal. 115)
"Yang paling Ibu benci ialah, sehari setelah kawin, anak-anak itu menjadi sederajat dengan ibunya." (Hal. 204)
"Kalian tidak mengecewakan Ibu, karena Ibu tak menuntut apa-apa. Kebahagiaan, mungkin itu satu-satunya yang Ibu harapkan." (Hal. 238)
Sekaligus mengingatkan bahwa pangkat itu hanya pinjaman, yang sifatnya sementara. Yang sementara itu kita syukuri, kita pelihara sebaik-baiknya. (Hal. 241)
Saya beri 4 bintang untuk kisah yang menginspirasi dan mengharukan ini.



Rabu, 11 Februari 2015

Resensi Love Puzzle - Eva Sri Rahayu

Judul buku : Love Puzzle
Penulis : Eva Sri Rahayu
Penerbit : Noura Books
Penyunting : Ifnur Hikmah
Terbit : November 2013
Tebal buku : 286 hal
Cara dapat : hadiah kuis dari penulisnya sendiri



BLURB

Rasi memberi senyuman, tetapi cowok itu malah tidak mengacuhkannya.
"Raja?" sapa Rasi.
"Sori?" Kening cowok itu berkerut.
"Kamu Raja kan?" Tanya Rasi lagi.
“Hmm, enggak usah sok kenal, deh,” balas Raja dingin.
Rasi melengkungkan bibirnya, cowok keren memang sering kena amnesia! “Enggak usah nyebelin gitu, deh. Kamu kan yang nanya-nanya soal fotografi di atap BIM kemarin? Kalau aku salah orang, biasa aja, deh.”
Raja merespon perkataannya dengan wajah kaget. Namun sedetik kemudian, ekspresi Raja kembali sinis. “Denger ya, aku enggak kenal kamu!” geram Raja penuh penekanan.

***
Sejak ketemu cowok itu, Rasi merasa level hatinya naik turun seperti roller coaster: kadang berbunga, kadang kesal setengah mati. Sama seperti sikap Raja yang jago sulap: kadang baik, kadang nyebelin. Ada ya orang yang seperti itu? Rasi hanya belum tahu kalau di balik semua kejadian ada misteri tersimpan. Dan takdir menuntun Rasi masuk ke labirin yang entah ke mana berujung ….


REVIEW

Rasi bertemu dengan Raja pertama kali di atap BIM saat sedang asyik memotret. Raja yang begitu lembut dan baik. Tapi ketika Rasi kembali bertemu Raja di tempat latihan basket, cowok itu berubah ketus dan dingin. Di kali ketiga pertemuan, Raja kembali jadi cowok ramah. Rasi kebingungan. Bukan hanya sifat cowok itu yang berubah-ubah, tapi hatinya ikut berubah-ubah menanggapi pertemuan itu. Kadang berdebar-debar kadang biasa saja.

Rasi juga bertemu dengan seorang cewek rapuh yang sebaya dengannya. Cewek itu, Ayara, selalu sendirian dan tak punya teman. Terlebih lagi cowok Ayara sepertinya cowok yang emosional sehingga membuat Rasi ingin meninjunya. Itu sebabnya Rasi bersedia menjadi sahabat Ayara.

Tanpa Rasi sadari, pertemuan-pertemuan dan kejadian-kejadian yang ia alami adalah kepingan puzzle. Dan Raja yang ia temui di atap BIM seolah mendorongnya untuk menyatukan kepingan-kepingan itu. Agar Rasi bisa mengungkap identitas Raja yang sesungguhnya dan menghentikan sandiwara yang dijalani orang-orang di sekitarnya.

-------

Cerita Love Puzzle begitu mengalir dan mudah dinikmati. Saya jadi teringat serial detektif Pasukan Mau Tahu karangan Enid Blyton favorit saya. Kisah misteri yang mengajak pembaca untuk ikut memecahkannya. Di tiap puzzle (baca: bab) novel ini diberikan petunjuk sedikit demi sedikit dengan porsi yang pas. Saya sampai tak sabar membalik halaman untuk menemukan cuilan informasi berikutnya sambil menebak-nebak apa yang akan terjadi.

Tokoh favorit saya adalah Raja Alexander, dan saya ingin memeluknya erat-erat. Saya tahu betapa tidak enaknya dibanding-bandingkan, betapa sengsaranya merasakan cinta yang berat sebelah. Dan cowok ini benar-benar kuat dan tabah menjalaninya.
Dan saya suka karakter-karakter dalam novel ini yang begitu kontras. Iskandar yang tenang, Alex yang meletup-letup, Rasi yang tangguh dan mandiri, Ayara yang lemah baik jiwa maupun raga, serta Red yang intuitif. Sifat-sifat itu konsisten terwujud dalam tindakan dan perkataan mereka.

Alurnya maju dengan beberapa kali kembali ke masa lalu dengan sangat rapi tanpa kesan dipaksakan. Ada beberapa kesalahan cetak namun tidak terlalu mengganggu.

Konfliknya yang beragam-bullying, tawuran, pencarian jati diri-dengan apik menunjukkan betapa kerasnya masa remaja. Betapa menyakitkan jika sendirian menghadapi itu semua.

Namun saya merasakan tokoh-tokoh di sini terlalu sering mengalami kebetulan. Rasi juga tampak mudah sekali mendapat informasi, padahal informasi itu tidak pernah diungkapkan pada siapa pun selama 4 tahun. Misal ketika pak satpam yang memberi alamat kontrakan Raja, juga Red yang tanpa curiga langsung bercerita pada Rasi di perjumpaan pertama mereka.
Meskipun Red bilang karena intuisinya bilang begitu, saya masih sulit menerima kok begitu mudahnya Red membagi informasi sepenting itu.
Saya juga terheran-heran saat Rasi, yang masih anak SMA, pulang dari kontrakan Raja hampir tengah malam. Meskipun diantar pulang oleh Raja, saya tetap takjub. Kalau saya sih, pasti sudah ditunggu Mama di depan rumah sambil diacungi sapu lidi. Tidak mungkin diperbolehkan pulang malam-malam apalagi si pengantar main pergi tanpa pamit atau menjelaskan sesuatu pada orang rumah. Tapi itu sih saya, mungkin Rasi ini anak yang mendapat kepercayaan penuh dari ortunya. :)
Saya juga merasa adegan di prolog itu seolah berdiri sendiri, tidak bisa menyatu dengan keseluruhan cerita. Mungkin tujuannya untuk memberi dasar alasan mengapa Rasi bisa bertemu Raja dan tetap tenang menghadapinya. Tapi adegan itu tak ada pun saya pikir tak masalah.

Namun dengan kelebihan dan kekurangan (versi saya) pada novel ini saya telah mempelajari sesuatu. Identitas bisa berganti tapi jati diri adalah kesejatian mutlak. Tak bisa diatur atau dibentuk oleh orang lain. Semoga cerita ini bisa menjadi pengingat saya dalam memperlakukan kedua anak laki-laki saya.

Saya beri 4 bintang untuk novel ini.


Tebar-Tebar QUOTE

Ketika seseorang meninggal, akan pergi ke manakah jiwanya?
Apakah akan menjadi salah satu bintang yang kita lihat di langit?
Ataukah tetap ada di sekeliling kita? (Hal 9)

"Menurut gue, baik itu juga enggak egois sama diri sendiri, ya. Kalau bikin rugi, bukan jadi kebaikan lagi." (Hal 31, Reta kepada Rasi)

Kenangan, kadang terasa lebih nyata dari kenyataan. Seberapa pun besarnya perjuangan membuat kenangan itu jadi nyata, kenangan hanya hidup dalam ingatan. (Hal 68)

"Rasi, apa yang terlihat bisa menipu, tapi hati selalu tahu kebenarannya. Selalu dengarkan kata hatimu, ya." (Hal 86, Raja kepada Rasi)

"Penindas cuma kumpulan orang bodoh yang pura-pura bersahabat." (Hal 107, Rasi kepada Viony)

"Raja, cinta kalian ... cintamu dan Iskandar tidak bisa dikalahkan oleh kematian." (Hal 214, Rasi kepada Raja) 
"Seberapa penting identitas dengan hidup itu sendiri?" (Hal 217, Rasi)

Cinta dilahirkan, bukan diciptakan. Cinta bukan 'tidak harus memiliki' tetapi memang 'tidak semua cinta bisa dimiliki'. (Hal 234)


Senin, 09 Februari 2015

Resensi Stranger in My Arms-Lisa Kleypas

Judul buku : Stranger in My Arms
Sub judul : Dalam Pelukan Pria Asing
Penulis : Lisa Kleypas
Penerbit Indonesia : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : Februari 2014
Alih bahasa : Anggraini Novitasari
Tebal : 432 halaman
Periode baca : 16-20 Januari 2015


BLURB

"Lady Hawksworth, suami Anda masih hidup."
Dengan diterimanya kabar tersebut, dunia Lara pun jungkir balik. Pernikahannya dengan Hunter Hawksworth yang tidak bahagia berakhir ketika pria itu dikabarkan hilang di laut. Lalu muncullah pria yang memang tampak seperti Hunter, dan mengungkapkan rahasia yang hanya diketahui pria itu.
Namun Lara menyadari ada sesuatu yang berbeda pada pria itu. Hunter yang ia kenal dingin dan tidak tertarik padanya, sementara Hunter yang baru lebih hangat, bahkan bersumpah ingin memulai segalanya dari awal lagi bersama Lara. Ia pun tercabik antara keengganan untuk kembali terkungkung dalam pernikahan dan keinginan untuk menerima sosok Hunter yang baru.

RESENSI

Cerita Stranger in My Arms diawali dengan Lara, seorang janda, yang mendapat kabar bahwa suaminya yang selama ini dianggap telah meninggal karena kecelakaan kapal, masih hidup dan kembali ke London. Suami yang telah mengabaikannya, mengkhianatinya dan tidak mencintainya.
Lara merasa tidak antusias akan kepulangan suaminya karena mengira ia akan kembali menjalani kehidupan sebagai Lady Hawksworth seperti sebelum suaminya berangkat ke India. Terkekang, kesepian dan menyedihkan. Padahal, sejak suaminya dinyatakan meninggal, Lara menikmati kehidupannya yang ia abdikan bagi panti asuhan dan orang-orang yang membutuhkan dirinya.
Namun, pria yang kembali dari kematian itu begitu membingungkan. Secara fisik dan pembawaan ia begitu mirip suami Lara dulu, tapi Hunter Hawksworth seolah memiliki kepribadian baru. Hunter yang ini begitu penuh kasih pada Lara, sering menggoda dan merayunya. Dan Lara mendapati Hunter yang baru sanggup membuatnya terbakar gairah, tidak seperti Hunter di masa lalu.
Hingga sedikit demi sedikit misteri mulai terungkap, dan Lara harus mengambil keputusan. Bukan hanya demi kebahagiaannya sendiri, tapi juga demi adiknya, putra angkatnya dan ibu mertuanya.
Hunter adalah tipe hero favorit saya. Penggoda, penuh kewaspadaan, cerdas dan gentleman. Meskipun tindakan gentle-nya tentu saja dilandasi demi kepentingan Lara.

Hal yang menarik dari novel ini adalah budaya India yang disinggung oleh Hunter. Saya sampai browsing tentang tradisi sati saking penasarannya. Dan mendapati bahwa pemerintah Inggris-lah yang melarang tradisi itu dilanjutkan di India.
Lara menurut saya adalah tokoh yang too good to be true, karena selalu memikirkan orang-orang yang kesulitan di sekitarnya dan tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Sayangnya dia terlalu ragu-ragu hingga membuat gemas.

Setengah kisah saya hampir bosan karena Lara yang malu-malu tapi mau, menarik ulur antara trauma pengalaman berhubungan badan dengan suaminya dulu tapi juga merasakan gairah meletup yang disulut suaminya yang sekarang.
Dan sebenarnya bagian yang saya tunggu-tunggu adalah pertemuan si pria asing dengan ibu Hunter. Saya menanti dialog apa yang akan terjadi di antara mereka berdua, tapi sayangnya itu tidak ada. Mereka sudah bertemu dan berbicara, titik.
Saya juga mendapati beberapa kesalahan penulisan. Contohnya kata "memejamkan matakan mata" tercetak berulang-ulang.
Kemudian saat Hunter membawa Rachel, adik Lara, yang mengalami pendarahan:
"Tidak kau bukan dia," terdengar jawaban lirih tapi pasti... dan jemari kurus Lara menyentuh pipi Hunter seolah memberkatinya dengan lembut. (Hal 310)
Seharusnya yang bicara bukan Lara tapi Rachel.
Juga ketika persidangan Hunter, Lord Sunbury berkata:
"Baik kalau begitu," salak Sunbury, menatap tajam Lara. "Saya harap Anda akan memberikan penjelasan lebih lanjut kepada kami, Lady Hawksworth. Anda mengaku wanita ini suami Anda, tapi dia berkeras dia bukan Lord Hawksworth. Siapa dari kalian yang benar?" (Hal 400)
Seharusnya bukan 'wanita ini suami Anda', tapi pria ini.
Cukup membuat dahi mengerenyit :)

Tapi overall saya suka novel ini karena kejutan-kejutannya yang membuat tercengang dan informasi-informasi baru yang saya dapatkan di dalamnya. 3 bintang untuk Stranger in My Arms.

Tebar-tebar QUOTE

"Biar saya bantu Anda ke kastel," dorong Naomi, memegang lengan Lara. "Anda kelihatan pucat dan tak seperti biasa, dan itu wajar. Tak setiap hari suami yang sudah meninggal kembali pada istrinya." (Hal 31)

"Semboyanku, sebaiknya kau tidak memutuskan tidak menyukai sesuatu sebelum mencobanya." (Hal 73)

"Selama ini aku memang pengelana," sahut Hunter. "Sampai aku pulang padamu." (Hal 101)

"Asal-usul Johnny, atau silsilahnya yang tidak jelas, bukan salahnya. Dia anak yang tak berdosa. Jika dibesarkan di rumah yang baik, dia akan sangat berbeda dengan ayahnya." (Hal 160)

"Aku sudah di neraka," ucap Hunter. "Aku hanya ingin cuti semalam." (Hal 222)

"Kurasa lebih mudah melihat apa yang perlu diperbaiki dari kehidupan orang lain daripada mencermati kehidupanku sendiri." (Hal 334)

"Aku bersedia menjadi siapa pun, apa pun untukmu. Aku bersedia berbohong, mencuri, memohon, membunuh untukmu. Aku tidak menyesal atas apa yang kulakukan selama beberapa bulan terakhir. Kehidupanku pasti tak ada artinya tanpa itu." (Hal 384)

"Aku tidak pernah memahami mengapa kejujuran selalu dianggap sikap yang bernilai paling tinggi. Banyak hal yang lebih penting daripada kejujuran." (Hal 388)

Jumat, 06 Februari 2015

Resensi Between Shades of Gray

Judul buku : Between Shades of Gray
Penulis : Rita Sepetys
Penerbit : Noura Books
Penerjemah : Ingrid Nimpoeno
Penyunting : Rika Iffati Farihah
Tebal buku : 386 hal
Cara dapat : hadiah kuis #BestMoment2014


BLURB

Para tentara menerobos masuk ke gubuk kami sambil mengacungkan senapan... menyuruh kami berdiri dan menunggu di luar gubuk. Kami mulai berbaris lambat sambil menyeret barang-barang kami. Sebuah truk besar terparkir di dekat kantor. Komandan berdiri di beranda bersama seorang perwira yang tak kukenal. Mereka mulai meneriakkan nama-nama sesuai urutan abjad. Orang-orang naik ke bagian belakang truk.
Aku menatap Andrius. Matanya menemukan mataku. "Aku akan menjumpaimu," katanya. Aku tidak mengeluarkan satu suara pun. Namun, untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan, aku menangis. Air mata menyembul dari rongga mata kering dan mengaliri pipiku dalam satu aliran cepat. Aku berpaling. Kami berjalan menuju truk dan naik ke dalamnya. Aku menunduk memandang Andrius. Mesin menyala dan meraung. Aku melambaikan tangan untuk mengucapkan selamat tinggal.
Bibir Andrius membentuk kata-kata "Aku akan menjumpaimu." Dia mengangguk sebagai penegasan. Aku membalas anggukannya.
Namun, aku ragu dia akan menemukanku, andai dia tahu ke mana tentara NKVD akan membawa kami.


REVIEW

Between Shades of Gray menceritakan tentang Lina Vilkas seorang gadis usia 15 tahun yang pada suatu malam diciduk oleh tentara NKVD dari rumahnya bersama ibu dan adik lelakinya.
Mereka dideportasi dari Lithuania ke Siberia bersama orang-orang yang dianggap anti-Soviet. Dan selama perjalanan Lina berusaha membuat pesan rahasia berupa gambar-gambar simbol untuk diedarkan. Berharap pesan itu sampai ke tangan ayahnya yang terpisah dari mereka.
Lina terus menyimpan harapan bahwa mereka akan kembali ke tanah air mereka secara utuh dan lengkap. Sementara itu ia menyaksikan satu per satu, orang-orang yang dideportasi bersamanya, gugur secara mengenaskan.

------------

Novel ini begitu kelam dan mematahkan hati, bahkan sejak kalimat pembuka paragraf pertama bab satu.
"Aku bergaun tidur saat mereka mencidukku." (Hal 2)
Dan selanjutnya kisah bergulir antara rasa pilu, harapan, keputusasaan dan kesedihan. Ada saat-saat dimana adegan yang diceritakan begitu mengenaskan, hingga tangan terasa gatal ingin melompati halaman. Terutama saat bayi Ona meninggal. Saya sampai memeluk bayi saya erat-erat seusai membacanya :(
Meski hanya fiksi, tapi kematian anak-anak dan bayi bukanlah hal yang mudah untuk dibaca. (˘̩̩̩_˘̩ƪ)
Plotnya yang maju dengan beberapa kali flashback ditulis dengan begitu luwes. Entah itu perkataan seseorang atau suasana, bisa membawa kembali kenangan masa lalu yang membuat cerita semakin kontras. Bahagia di masa lalu dan menderita di masa kini.
Penerjemahan sempurna dan saya sama sekali tidak menemukan typo. Perfect!

Tokoh yang saya suka adalah Elena Vilkas, ibu Lina dan Jonas. Elena begitu tegar, cerdas dan berani. Ia mempertahankan mati-matian agar mereka bertiga tetap bersama-sama. Elena juga yang terasa paling waras di antara para tahanan lainnya. Selain Andrius Arvydas, bocah lelaki kuat yang menjalin roman canggung dengan Lina.
Sayangnya romansa di cerita ini hanya sedikit. Hubungan Lina dan Andrius di tengah penderitaan tidak digali dalam. Saya bahkan sempat curiga pada Nikolai Kretzsky yang sepertinya menaruh perasaan. Entah pada Lina atau pada Elena XD
Tapi kembali lagi, karena novel ini adalah hisfic, yang berusaha mengisahkan Perang Dunia dan dominasi Soviet dari sisi penduduk Lithuania, tentunya kisah cinta bukan sajian utama novel ini.

TEBAR-TEBAR QUOTE

Pernahkah kau bertanya-tanya berapa nilai nyawa manusia? Pagi itu, nyawa adikku setara nilainya dengan arloji-saku. (Hal 28)
"Dengarkan," kataku. "Para lelaki." Suara itu semakin lantang. Semakin lantang. Mereka sedang menyanyi, menyanyi sepenuh tenaga. Andrius ikut menyanyi, lalu adikku dan lelaki berambut kelabu. Dan, akhirnya lelaki botak bergabung, menyanyikan lagu kebangsaan kami. Lithuania, tanah air para pahlawan...
Aku menangis. (Hal 68)
Semangat melambung. Andrius dan Jonas berteriak dan bersorak. Miss Grybas mulai melantunkan "Bawa Aku Kembali ke Tanah Airku". Orang-orang saling berpelukan dan bersorak-sorai.
Hanya Ona yang diam. Bayinya sudah mati. (Hal 77)
"Rasa humor kita," kata Ibu dengan mata basah gara-gara tertawa. "Mereka tidak bisa merampas itu dari kita, bukan?" (Hal 137)
"Kostas," desah Ibu. "Dia begitu kikuk, tapi begitu tulus. Terkadang ada semacam keindahan dalam kekikukan. Ada cinta dan emosi yang berupaya mengungkapkan diri, tapi pada saat itu hanya berakhir dengan kekikukan. Bisakah dimengerti?" (Hal 177)
"Tidak. Jangan takut. Jangan memberi mereka apa-apa, Lina, bahkan rasa takutmu." (Hal 267)
Saya beri 3 BINTANG untuk Between Shades of Gray, karena dari novel ini saya mendapat pelajaran tentang ketegaran dan keberanian dalam situasi terberat dan tersulit sekalipun. (.)
 

Nurina mengeja kata Published @ 2014 by Ipietoon