Selasa, 25 Agustus 2015

[Resensi: Nightfall - Robin Wijaya] Cinta dalam Senja di Seattle


Judul buku : Nightfall
Penulis : Robin Wijaya
Editor : Andriyani
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tahun terbit : 2014
Tebal buku : 289 halaman
ISBN : 978-602-02-5205-6




BLURB

Indonesia

Sebaris kalimat, sebuah undangan,
dan luka pengkhianatan yang belum sembuh. Ada hal-hal yang membuat Natalie memutuskan untuk menerima uluran tangan Kris. Sikap pria itu membuatnya yakin
kalau ia sanggup keluar dari bayang-bayang masa lalu.

Seattle

Bagi Kris, obrolan dengan Natalie telah menjelma satu bentuk perasaan baru. Pria itu menagih kesepakatan: sebuah pertemuan kembali. Ketika temu dan harap menyatukan rasa, seorang pria dari masa lalu meluruhkan janji yang telah dibuat Natalie.

Richland

Ada satu celah kosong bernama kehilangan.
Benjamin membutuhkan seorang teman,
dan Natalie pernah mendiami tempat itu dulu. Ia ingin Natalie hadir untuk sekadar menengok kenangan, namun siapa bisa mengendalikan perasaan? Natalie dan Kris sadar cinta mereka yang masih dini, bisa rapuh karena kenangan itu.


REVIEW

Roma, yang seharusnya menjadi tempat liburan Natalie Hanggia bersama kekasihnya, Gio, justru menjadi tempat berakhirnya hubungan mereka berdua. Setelah mengetahui perselingkuhan Gio, Natalie meminta putus. Ia mengakhiri liburannya di Roma lebih cepat sehari dan mengganti jadwal penerbangannya ke Austria. Di bandara, sambil menunggu penerbangannya, Natalie berkenalan dengan seorang pria asal Seattle. Mereka bicara banyak hal selama menanti kedatangan pesawat mereka. Kris menjadi teman bicara yang menyenangkan bagi Natalie, demikian juga sebaliknya. Meski asing dan baru saja saling mengenal, mereka bicara bagai sahabat lama.
Kris meminjami Natalie sebuah buku sastra karangan Tolstoy miliknya, disertai dengan undangan agar Natalie mengembalikan buku itu ke Seattle. Mulanya Natalie ragu, tapi dengan bujukan Kris, akhirnya Natalie setuju.
Setelah pulang ke Indonesia, Natalie memberanikan diri menjalin kontak via email dengan Kris. Hubungan mereka semakin dekat setelah sering melakukan chatting. Hingga tibalah waktunya Natalie siap mengunjungi Kris di Seattle.
Namun saat Kris menanti kedatangan Natalie di bandara, gadis itu tak kunjung muncul. Apakah Natalie mengingkari janji? Mengapa Natalie lebih memilih mendatang Richland lebih dulu dan lebih memilih menemani Benjamin, kawan lama Natalie yang sedang patah hati? Siapa yang akan Natalie pilih? Kris si pria asing atau Benjamin, sahabat lama yang tengah terluka hatinya?

-------

Dari awal pandangan mata, kaver Nightfall sungguh menarik. Sangat kontemporer. Pria berjas rapi dan perempuan bergaun manis mengapit Space Needle, ikon kota Seattle. Seolah menjanjikan kisah romantis di Seattle.

Membaca Nightfall membuat saya penasaran, banyak hal kabur di awal yang nantinya terungkap perlahan. Namun saking perlahannya hampir saja saya merasa bosan. Saya sudah nggak sabar menanti Natalie bertemu dengan Kris di Seattle dan mengikuti romansa mereka.
Setelah Natalie tiba di Seattle bagi saya setting Seattle terasa lebih kuat daripada setting Richland. Robin Wijaya bukan hanya memberi detail landmark tapi juga detail suasana dan hawa udara Seattle. Hal ini membuat kota itu tampak nyata dan memberi latar romantis. Yah... cewek mana sih yang nggak suka romansa dalam hujan? Hihi..

Dari narasi yang dijabarkan, diceritakan Natalie dan Kris adalah teman ngobrol yang menyenangkan. Sayangnya itu hanya dalam narasi, ketika mereka berdua berdialog, saya sama sekali nggak menangkap kesan asyik obrolan mereka. Lebih terasa basa-basi. Saya rasa saya lebih suka jika dialog mereka diperbanyak dan diperdalam. Dialog yang tajam dengan selipan humor mungkin bisa memperlihatkan kedekatan chemistry mereka. Karena jika hanya melalui narasi, rasanya hanya mengambang dan kedalaman ikatan mereka kurang terselami.
Bahkan dialog Kris dan Susan, yang notabene sudah bersahabat lama pun masih sedikit kaku dan seakan berjarak.

Sementara untuk Ben, karakternya cukup konsisten sebagai pria yang berduka dan 'menghilang' dari lingkungan sekitarnya. Kedatangan Natalie membuatnya bangkit, dan lagi-lagi, karena mengobrol dengan Natalie. Jadi karakter Natalie ini 'diceritakan' pandai membuat obrolan yang menyenangkan. Meski saya berharap untuk lebih banyak membaca percakapan itu.

Plotnya rapi meski ada lubang besar dalam cerita ini. Pertemuan pertama Natalie dan Kris diceritakan terjadi pada Juli 2012, namun bagaimana mungkin mereka membicarakan serial The Following? Saya pikir itu adalah serial lain dengan judul yang sama, tapi Kris menyebutkan Kevin Bacon, berarti mereka sedang membicarakan serial yang tayang perdana di Fox pada Januari 2013! Itu tidak masuk akal menurut saya.

Ada beberapa typo dalam novel ini:

* puplen --> pulpen (hal. 41)
* nemukan --> menemukan (hal. 45)
* ...jawab Kris, sedikit ragu, --> ...jawab Kris, sedikit ragu. (hal. 112)
* sempenuhnya --> sepenuhnya (hal. 154)
* Kalaupun ada alasan yang mau membuatnya berbagi cerita. Tak lain karena... --> Kalaupun ada alasan yang mau membuatnya berbagi cerita, tak lain karena... (hal. 167)
* pangukannya --> pangkuannya (hal. 187)
* ...ia pergi keluar kamarnya. --> ...ia pergi ke luar kamarnya. (hal. 214)

Cukup menyenangkan membaca novel ini jika kamu tak keberatan dengan tokohnya yang bisa melakukan adegan dewasa di luar ikatan pernikahan. Tapi tenang, nggak ada adegan yang aneh-aneh kok :) Jika kamu penyuka hujan dan Seattle, silakan membaca roman tentang penyembuhan patah hati ini.
Dan saya sangat menantikan novel lanjutan dari seri ini, Daylight, yang bercerita tentang Gabriel Hanggia :))


TEBAR-TEBAR QUOTE

Ide soal senja hanyalah sesuatu yang begitu mudah untuk dimengerti. Kris berpandangan tentang waktu yang sering kali membawa orang pulang ke rumah. Setelah pagi yang tergesa-gesa, siang yang terasa panjang dan melelahkan, orang akan memilih waktu untuk kembali. (hal. 110)

"Kau bilang tak yakin. Maka waktu perlu meyakinkanmu." (hal. 114)

Kenyataannya, segala sesuatu bisa terjadi pada hati manusia. Dalam hitungan waktu yang singkat ataupun lambat. (hal. 116)

Jendela kamar ketika hujan, memiliki komposisi yang berbeda. Satu persen untuk kaca, dan sembilan puluh sembilan persen berisi kenangan. (hal. 144-145)

"Selain Tuhan, siapa lagi yang bisa menjamin kepercayaan? Tak seorang pun." (hal. 169)

"Kalau kau mau melangkah, melangkahlah yang jauh sekalian. Karena kalau hanya pergi satu dua langkah jauhnya, besar kemungkinan kau akan kembali ke tempat sebelumnya." (hal. 210-211)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Nurina mengeja kata Published @ 2014 by Ipietoon