Sabtu, 30 Januari 2016

[Posbar] Resensi: Cinta di Malam Natal - Penny Jordan


Judul buku: Cinta di Malam Natal
Judul asli: Christmas Eve Wedding
Penulis: Penny Jordan
Alih bahasa: Lustatin
Editor: Bayu Anangga
Desain sampul: Marcel A. W.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: November 2015
Tebal buku: 240 halaman
ISBN: 978-602-03-2334-3
Available at: Bukupedia.com




BLURB

Jaz yakin dirinya jatuh cinta dan akan menghabiskan sisa hidupnya dengan Caid Dubois, konsultan bisnis seksi yang sudah mencuri hatinya sejak Jaz tiba di New Orleans. Namun, harapan masa depan mereka yang bertolak belakang memaksa Jaz kembali ke Inggris dengan hati hancur.

Usaha Jaz untuk melupakan kenangan pahitnya berakhir sia-sia karena beberapa bulan kemudian Caid ditugaskan ke Inggris untuk memantau toko tempat Jaz bekerja. Seakan itu belum cukup, ia harus berbagi apartemen dengan si pria angkuh.

Pertemuan kembali di bawah langit bulan Desember tersebut menyadarkan Jaz dan Caid bahwa mereka membutuhkan satu sama lain. Namun, sanggupkah mereka mengambil risiko untuk berkompromi dalam cinta?


RESENSI

Jaz datang ke New Orleans bersama ayah baptisnya, Paman John, untuk melakukan negosiasi jual-beli toserba Inggris milik Paman John oleh Annette Dubois. Di situlah Jaz bertemu dengan putra semata wayang Annette, Caid Dubois. Dalam sekejap mereka langsung tertarik satu sama lain. Dan tak butuh waktu lama mereka menjadi sepasang kekasih.
Caid dengan mudah membuka hatinya dan mencintai Jaz saat tak sengaja ia mendengar bahwa Jaz adalah putri seorang peternak. Mengingat masa kecilnya yang suram karena selalu ditinggalkan sang ibu untuk mengejar kariernya, Caid bertekad untuk memiliki istri yang akan menghabiskan seluruh waktunya di rumah untuk mengurus anak-anak. Ia menolak menikahi wanita karier karena tak ingin anak-anaknya kelak bernasib sama sepertinya. Kesepian dan merasa ditolak oleh ibu sendiri. Caid mengira ia mendapati sosok istri ideal dalam diri Jaz.
Yang tak diketahui Caid, Jaz justru wanita yang sangat memuja darah seninya dan karier yang telah dicapainya. Sebagai perancang etalase toko, Jaz punya ide-ide kreatif yang membuatnya menikmati pekerjaannya. Jika ia menikah ia ingin kreatifitas seninya diakui dan didukung oleh suaminya kelak.
Sepasang kekasih yang saling mencinta tapi sayangnya terbentur idealisme yang sangat bertolak belakang. Maka mereka harus berpisah.
Namun ketika empat bulan kemudian Caid tiba di Inggris dan harus berbagi rumah dengan Jaz, akankah mereka berhasil mencapai sebuah kompromi? Ataukah mereka akan terlalu sibuk menyangkal dan saling bertengkar?

-----------

Bulan ini sebenarnya saya nggak berencana membeli buku. Tapi saya nggak pernah bisa menahan godaan setiap kali nama Penny Jordan nongkrong di rak toko buku. Bahkan seandainya saya ke toko buku dengan niat beli buku yang berbeda, begitu menemukan nama penulis ini, saya langsung hilang arah tujuan. Haha~
Maka terbelilah novel koleksi istimewa Harlequin dari penulis favorit saya ini.

Saya langsung terkaget-kaget di bab pertama ketika Jaz melakukan flirting dengan pria asing di lift. Saya berasumsi pria asing karena bolak-balik si pria ditulis sebagai 'pria itu'. Kok 'nakal' sekali si Jaz ini ketemu pria hot di lift dan dirayu dikit langsung mau diajak bobok bareng. ^^
Tapi... ternyata eh ternyata, ini adalah pancingan! Penny Jordan mungkin ingin membuat pembaca berasumsi pesona Caid langsung bisa merontokkan Jaz seketika. Padahal... ini twist yang menggebrak di awal cerita.
Hmm~ sayangnya image wanita gampangan jadi langsung melekat pada Jaz karenanya.

Seperti biasa, Penny bertutur dengan gayanya yang khas. Penny selalu bisa menggambarkan perasaan si tokoh yang tersayat-sayat dan teriris-iris. *emangnya cabe*
Dan harus saya akui lebih menarik menyaksikan (membaca) konflik batin tokoh utamanya dibanding konflik verbal mereka. Dialog yang dilakukan dua orang ini menyedihkan dan menyakitkan. Terutama kemarahan Jaz yang mirip debat anak-anak. Jaz terlalu sering menuduh, terlalu mudah membuat asumsi dan terlalu sering merajuk.
Saya sebal setengah mati karena Jaz nggak pernah memberi kesempatan bagi mereka berdua untuk bicara dengan logika dan mencari jalan keluar. Itu kan yang seharusnya dilakukan sepasang kekasih yang saling mencinta?
Dan saya nggak menyukai Caid karena chauvinist banget. Meski ia merasa seperti itu karena pengalaman masa kecilnya, tetap saja pikirannya sempit.

Salah satu hal yang mendorong saya membeli buku ini adalah disebutkannya New Orleans di blurb. Saya langsung girang karena novel ini mengambil setting kota favorit saya, tapi ternyata New Orleans cuma muncul sebentar, sebagian besar setting berada di Inggris.

Penerjemahannya bagus. Ada kalimat-kalimat panjang dalam dialog yang dilontarkan Jaz yang terasa agak 'mbulet'. Tapi mungkin kalimat versi aslinya memang seperti itu. Typo berupa kesalahan ketik lumayan banyak juga. Tapi untuk kesalahan ejaan dan tata bahasa hampir nggak ada. Keseluruhannya mudah dan enak dibaca.

Bisa dibilang, ini bukan karya terbaik Penny Jordan. Bukan hanya tokohnya yang terasa konyol tapi juga konflik yang kurang greget. Meskipun tetap saja endingnya sweet banget. Penyelesaian yang dibuat Penny Jordan selalu membuat saya terharu dan mewek. Walaupun Cinta di Malam Natal hanya berhasil membuat saya mewek sedikiiiit. Haha~




0 komentar:

Posting Komentar

 

Nurina mengeja kata Published @ 2014 by Ipietoon