Senin, 28 Desember 2015

[Resensi: Perfect Pain - Anggun Prameswari] Ketegaran Bi sebagai Penyintas KDRT


Judul buku: Perfect Pain
Penulis: Anggun Prameswari
Editor: Jia Effendi
Desainer sampul: Levina Lesmana
Penerbit: Gagas Media
Tahun terbit: November 2015
Tebal buku: viii + 316 halaman
ISBN: 979-780-840-8
Book available at: bukupedia.com





BLURB

Sayang, menurutmu apa itu cinta?
Mungkin beragam jawab akan kau dapati.
Bisa jadi itu tentang laki-laki yang melindungi.
Atau malah tentang bekas luka
dalam hati-hati yang berani mencintai.

Maukah kau menyimak, Sayang?
Kuceritakan kepadamu perihal luka-luka
yang mudah tersembuhkan.
Namun, kau akan jumpai pula luka
yang selamanya terpatri.
Menjadi pengingat bahwa dalam mencintai,
juga ada melukai.

Jika bahagia yang kau cari, kau perlu tahu.
Sudahkah kau mencintai dirimu sendiri,
sebelum melabuhkan hati?
Memaafkan tak pernah mudah, Sayang.
Karena sejatinya cinta tidak menyakiti.


RESENSI

Bidari cukup panik saat dipanggil oleh pihak sekolah puteranya, Karel. Menurut Miss Elena, wali kelas Karel, bocah kelas enam itu telah berkelahi dengan teman sekelasnya. Karena buku sketsanya diambil, Karel menonjok dan mencekik temannya. Pilu hati Bidari karena Karel sanggup melakukannya, karena Bidari tahu, Karel yang paling paham kalau dipukul itu sakit.
Bagi sebuah keluarga, meja makan selalu punya cerita tentang apa saja yang terjadi dalam sebuah keluarga. Demikian juga meja makan keluarga Bidari. Hanya saja, ini bukan kisah bahagia, ini kisah tentang tamparan, pukulan dan cekikan yang sering terjadi dalam keluarganya. Kekerasan rumah tangga yang dilakukan Bram, suaminya terhadap dirinya. Meja makan Bi telah merekam hal-hal menyakitkan itu.
Selama ini Bi bertahan, demi Karel, demi keutuhan keluarganya. Juga karena Bi yakin dirinya memang layak diperlakukan seperti itu oleh Bram, suaminya. Bi yakin ia memang tak becus masak dan tak becus mengurus rumah tangga.
Namun tiba-tiba saja Karel pergi tanpa pamit. Rupanya sejak ngobrol dengan Miss Elena dan tahu bahwa pacar Miss Elena adalah seorang pengacara, Karel memutuskan untuk mencari bantuan bagi mamanya. Pilihannya jatuh pada Sindhu, kekasih Miss Elena.
Awalnya Bi menolak. Berpura-pura bahwa yang terjadi dalam rumah tangganya adalah hal yang wajar. Namun ketika pukulan dan penganiayaan Bram membuatnya harus dibawa ke rumah sakit, Bi tak punya pilihan lain. Ia harus berjuang. Demi keselamatannya sendiri dan demi keselamatan Karel.
Mampukah Bi lepas dari jerat KDRT yang dilakukan suaminya? Apakah Bi bisa melepaskan dan memaafkan masa lalunya yang ternyata ikut andil dalam penderitaannya kini? Sanggupkah ia menggapai bantuan yang ditawarkan Sindhu atau justru memilih kembali pada Bram?

------------

Saya akui membaca novel ini perlu kerja keras. Pada awalnya saya hampir menyerah melanjutkan. Bukan karena ceritanya nggak asyik, atau gaya cerita yang membosankan, bukan. Anggun tetaplah penulis kesayangan saya karena gaya berceritanya yang mengalir dan membius. Saya merasa nggak sanggup lebih karena saya nggak tega dan ngilu mengikuti perjalanan kisah Bi.
Sesak napas saya sampai kumat karena ikutan merana memikirkan nasib Bi. Gilak!!

Perfect Pain diceritakan dari sudut pandang Bidari, jadi nyesek-nyesek dan ngilu-ngilunya berasa banget. Diksi yang digunakan dalam novel juga makin menambah rasa teriris-iris. Plotnya pun rapi dan runtut.
Bagi saya yang paling sedih sih bukan kekerasan fisik yang dialami Bi (walau itu  bagian yang ngilu juga) tapi kekerasan mental dari ayah Bi yang bikin saya marah banget. Saya marah karena seharusnya nggak ada anak perempuan yang boleh dilecehkan ayah sendiri!
Sosok ayah kan seharusnya menjadi cinta pertama setiap anak perempuannya. :(

Bidari menjadi karakter yang istimewa bagi saya. Seorang penyintas. Meskipun kemudian saya memakinya karena keputusannya yang sembrono, saya tetap merasa Bi wanita yang tangguh. Melewati tahun-tahun sebagai anak perempuan yang kerap dimaki, kemudian menghabiskan tahun-tahun sebagai samsak istri yang selalu jadi sasaran kemarahan, ia nrimo saja. Memang kesetiaan dan kebebalan itu garis batasnya tipis banget :'(
Kalau saya jadi Bi, pasti sudah memilih kabur dari dulu-dulu. Eh tapi nanti jadi nggak bisa ketemu Sindhu, ya :p
Saya jatuh hati pada Karel. Anak semuda itu melihat kekerasan langsung di depan matanya, berusaha melindungi sang ibu, berusaha bertanggung jawab dan punya tekad kuat. Ada rasa iba sekaligus kagum dalam benak saya. Hanya saja saya merasa terganggu dengan istilah 'tangan mungil' untuk menggambarkan tangan Karel. Ngg... saya sampai menatap tangan murid saya dan merasa nggak pas dikategorikan tangan mungil. Apa karena saya menganggap tangan mungil itu ya tangan seukuran anak-anak saya yang masih balita?

Roman antara Bi dan Sindhu menjadi pemanis di antara gelap dan sakitnya kehidupan Bi. Roman yang pas dan nggak berlebihan. Ya, Bi kan statusnya istri seseorang, jadi romannya tentu nggak neko-neko, dong. Tapi saya suka interaksi Sindhu, Karel dan Bi ketika lomba makan es krim. Aaah... itu bagian yang paling saya suka.

Banyak hal yang saya dapatkan dalam novel ini. Bukan hanya tentang rasa pilu, tapi juga ketegaran. Bahwa kita harus mencintai diri kita sendiri agar orang lain bisa mencintai dan menghargai kita. Ada pelajaran tentang cara melindungi diri juga dalam novel ini. Perfect Pain adalah kisah perjuangan seorang penyintas yang reccomended banget, deh. Kamu, para perempuan yang dilahirkan sebagai perempuan hebat harus baca novel ini.

TEBAR-TEBAR QUOTE

Rumah adalah tempat kau titipkan hatimu agar kau ada alasan untuk pulang. (hlm. 7)

"Jangan jadikan orang lain alasanmu bahagia atau sedih. Pada dasarnya manusia itu sendiri. Kita lahir sendiri, mati juga sendiri. Jadi, jangan takut pada kesendirian." (hlm. 91)

"A father is every girl's first love. Suka nggak suka, Bi, relasi ayah dan anak perempuannya akan selalu memengaruhi bagaimana anak perempuan memilih pasangannya." (hlm. 150)

"Ada hal-hal yang begitu indah, tapi hanya bisa dikenang. Sejauh apa pun kita berusaha menghidupkannya kembali, nggak akan pernah bisa." (hlm. 175)

"Bi, setiap orang layak dicintai. Kalau di kepalamu selalu tertanam ide bahwa kamu nggak pantas dicintai, maka itulah cara orang akan memperlakukanmu." (hlm. 188)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Nurina mengeja kata Published @ 2014 by Ipietoon